INSIDE POLITIK- Pringsewu kembali menjadi sorotan publik setelah keputusan Bupati menerbitkan Surat Keputusan (SK) terkait pengangkatan tenaga ahli menuai kritik dari berbagai kalangan. Keputusan ini dianggap tidak sejalan dengan kondisi keuangan daerah yang tengah terbatas, serta berpotensi menimbulkan polemik mengenai efektivitas dan urgensi keberadaan tenaga ahli di lingkup pemerintahan daerah.
Politisi Partai Nasdem yang juga anggota DPRD Pringsewu, Leswanda Putera, menegaskan bahwa pihaknya sejak awal sudah memberikan peringatan terkait kebijakan tersebut. Menurutnya, dalam pembahasan Perubahan APBD 2025 di Badan Anggaran (Banggar) DPRD, pihaknya meminta agar pengangkatan tenaga ahli bupati ditunda. “Alasan kami jelas, kondisi keuangan daerah masih terbatas, sementara pemerintah pusat juga tengah melakukan efisiensi anggaran. Namun, meski sudah ada peringatan, keputusan pengangkatan tetap berjalan karena SK Bupati telah terbit,” ungkap Leswanda.
Ia menambahkan, DPRD pada prinsipnya menghormati keputusan eksekutif, namun berharap penggunaan anggaran dilakukan dengan bijak dan tepat sasaran. “Yang terpenting, setiap rupiah yang dikeluarkan harus efektif, efisien, dan sesuai kemampuan keuangan daerah,” tegasnya.
Senada dengan itu, Joni Sopuan dari Fraksi Partai Demokrat juga memberikan kritik keras. Dalam forum paripurna pengesahan APBD Perubahan 2025, ia mengingatkan bupati untuk memperhatikan himbauan resmi dari Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang disampaikan pada 5 Februari 2025. Himbauan tersebut menegaskan adanya larangan pengangkatan tenaga ahli setelah masa pelantikan kepala daerah. “Peringatan ini jelas dan disampaikan langsung dalam rapat bersama Komisi II DPR RI. Maka, kami menilai keputusan pengangkatan tenaga ahli ini seharusnya dipertimbangkan dengan lebih hati-hati,” ujarnya.
Tak hanya dari kalangan politisi, akademisi pun ikut angkat bicara. H. Wanawir, akademisi sekaligus mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Pringsewu (Umpri), mempertanyakan urgensi pengangkatan tenaga ahli tersebut. “Jika memang dibutuhkan, bukankah keahlian yang diinginkan sudah dapat terakomodasi oleh para asisten bupati? Lalu mengapa harus mengangkat tenaga ahli baru yang jelas memerlukan tambahan anggaran?” tanyanya.
Wanawir juga menyoroti potensi adanya motif politik di balik kebijakan tersebut. Ia mengingatkan agar pengangkatan tenaga ahli tidak hanya menjadi sarana balas budi atau bentuk aspirasi kepada relawan politik. “Yang paling penting adalah kejelasan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) tenaga ahli itu sendiri, serta hasil kerja mereka yang benar-benar terukur untuk kemajuan Pringsewu,” tegasnya.
Isu ini semakin panas mengingat daerah tengah dihadapkan pada kebutuhan efisiensi anggaran di berbagai sektor. Publik pun mulai mempertanyakan, apakah tenaga ahli yang diangkat benar-benar memberikan nilai tambah atau hanya menjadi beban baru bagi APBD.
Sejumlah pihak kini mendesak agar Pemkab Pringsewu memberikan transparansi mengenai alasan dan tujuan jelas di balik pengangkatan tersebut. Tanpa penjelasan yang konkret, keputusan ini dikhawatirkan hanya akan memperkuat citra negatif bahwa birokrasi daerah lebih mengutamakan kepentingan politik daripada kebutuhan masyarakat.***