INSIDE POLITIK – Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) bentukan Kementerian Ketenagakerjaan kembali menjadi sorotan tajam publik. Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Perempuan dan Kaum Tertindas (Gema Puan), Ridwuan, menyebut keberadaan Satgas PHK justru menambah panjang daftar kekecewaan buruh di tengah gelombang pemecatan massal yang masih terjadi hingga pertengahan 2025.
“Sejauh mata saya memperhatikan, Satgas PHK ini belum menunjukkan kerja progresif. Justru situasinya makin memburuk, angka PHK makin tinggi,” tegas Riduan, Selasa (23/7/2025).
Aktivis 98 ini menilai Satgas yang semestinya menjadi solusi malah terkesan mandek dan bersifat formalitas. Ia mempertanyakan fungsi dan dampak konkret dari satuan tugas tersebut terhadap kondisi nyata di lapangan.
“Apa sih fungsinya kalau hanya jadi seremoni? Harusnya Satgas ini dievaluasi total. Jangan sampai hanya jadi alat pencitraan sementara korban PHK terus bertambah,” kritiknya.
Ridwuan juga menegaskan bahwa tanggung jawab utama tetap berada di tangan Kementerian Ketenagakerjaan dan jajaran menterinya. Tanpa langkah konkret, beban politik dari situasi ini bisa saja mengarah ke Presiden.
“Kalau Satgas ini gagal dan tidak ada perubahan kebijakan berarti, maka publik bisa menilai pemerintah abai terhadap nasib para pekerja. Ujung-ujungnya bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap kepemimpinan nasional,” pungkasnya.
Gelombang PHK yang masih terus terjadi di sejumlah sektor membuat tekanan terhadap pemerintah kian tinggi. Publik kini menunggu aksi nyata, bukan lagi sekadar jargon atau job fair tanpa solusi struktural.***