INSIDE POLITIK- Penulis muda asal Bandar Lampung, Muhammad Alfariezie, kembali menjadi sorotan di dunia sastra tanah air. Setelah sukses dengan novel perdananya berjudul “Rumah Darah” yang mendapat sambutan positif dari kalangan pembaca dan kritikus, kini ia tengah menggarap proyek baru yang tak kalah menyeramkan dan sarat makna: manuskrip novel horor berjudul “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul.”
Berbeda dari karya sebelumnya, Alfariezie kali ini tidak hanya mengangkat kisah misteri dan teror, tetapi juga menghadirkan kritik sosial yang tajam tentang keserakahan manusia, dosa masa lalu, dan kutukan yang menolak untuk dilupakan. Ia mengumumkan tengah membuka peluang kerja sama dengan penerbit independen dan mencari donatur untuk membantu penyelesaian naskah dan penerbitan novel tersebut.
“Ini bukan sekadar cerita tentang hantu,” ungkap Alfariezie dalam wawancara singkat. “Novel ini adalah cermin dari kerakusan manusia yang menolak bertobat, bahkan setelah kematian datang menjemput. Hantu-hantu dalam cerita ini adalah bayangan dari dosa yang belum terhapus.”
Kisah dalam “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul” merupakan lanjutan dari semesta novel horor sebelumnya, “Rumah Terbengkalai,” yang dikenal penuh misteri dan simbolisme. Tokoh utamanya, Sahrudin, digambarkan sebagai sosok yang terjebak antara rasa bersalah dan kehancuran moral di tengah bayang-bayang masa lalunya.
Rumah besar yang dulu menjadi simbol kemewahan kini berubah menjadi tempat terkutuk. Dindingnya dilapisi debu dan lumut, taman dipenuhi alang-alang, dan suara misterius sering terdengar pada malam hari. “Sudah tidak ada lagi alasan bagi orang tua Sahrudin untuk menjual rumah peninggalannya itu,” tulis Alfariezie dalam salah satu potongan naskahnya yang beredar di media sosial.
Kematian tragis anak mereka dan penjaga kompleks bernama Aden menjadi misteri yang belum terpecahkan. Ayah Sahrudin bahkan pernah berencana merobohkan rumah itu, namun upayanya dihalangi warga setempat dan pihak pengembang yang justru menutup-nutupi kejadian sebenarnya. Sejak saat itu, rumah tersebut menjadi simbol kutukan dan penyesalan — berdiri megah, tapi sunyi dan penuh arwah penasaran.
Tragedi semakin mencekam ketika ibu Sahrudin menemukan sebuah artikel berita daring yang mengungkapkan bahwa anaknya terlibat dalam proyek pembangunan di Dusun Keramat — proyek yang menyebabkan kematian sejumlah warga. Dalam salah satu dialog penuh emosi, sang ayah hanya bisa berdoa dengan suara bergetar, “Ya Allah, ampunilah dosa anak saya jika berita ini benar.” Kalimat itu menjadi titik balik cerita, menggambarkan kehancuran batin seorang ayah yang dihantui rasa bersalah dan kenyataan pahit.
Seiring berjalannya waktu, rumah keluarga Sahrudin semakin rusak dan tak terurus. Kolam renang yang dulunya jernih kini hanya berisi debu dan bangkai serangga, pagar rumah berkarat, dan angin malam membawa bisikan menyeramkan yang membuat warga sekitar enggan melintas di depannya.
Seorang satpam komplek bahkan mengungkapkan pengalaman mengerikan yang ia alami. “Mending pos dijarah maling daripada dengar suara anak kecil ketawa di rumah kosong itu,” ujarnya. Kisah-kisah seperti ini menambah nuansa realistis dalam naskah Alfariezie, membuat pembaca merasakan ketegangan dan misteri yang terus membayangi setiap halaman.
Melalui “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul,” Alfariezie ingin menghidupkan kembali genre horor lokal yang berakar pada kisah rakyat dan realitas sosial. Ia menekankan bahwa horor bukan hanya tentang rasa takut, tetapi juga tentang refleksi moral. “Novel ini adalah doa dan peringatan,” ujarnya. “Tentang bagaimana keserakahan manusia bisa menimbulkan kutukan yang diwariskan lintas generasi. Kadang tempat tertentu bisa menyimpan dendam, dan manusia bisa terkubur oleh perbuatannya sendiri.”
Alfariezie mengaku saat ini ia masih dalam tahap penyuntingan akhir naskah dan membutuhkan dukungan finansial untuk proses penerbitan. Ia membuka peluang bagi para donatur, kolektor sastra, dan penerbit independen yang tertarik untuk menjadi bagian dari proyek ini. “Setiap dukungan berarti,” katanya. “Saya ingin membawa cerita ini ke tangan pembaca, agar mereka bisa melihat bahwa di balik setiap ketakutan, ada kenyataan yang jauh lebih gelap.”
Sebagai penulis muda yang tumbuh dari lingkungan sastra independen di Lampung, Alfariezie dikenal dengan gaya penulisan simbolik dan atmosfer yang sinematik. Karyanya sering menggabungkan unsur mistik pedesaan, kritik sosial, dan tragedi manusia yang kompleks.
Dengan proyek “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul,” ia berharap dapat memperluas jangkauan sastra horor lokal ke kancah nasional, bahkan internasional. “Saya percaya horor adalah cara paling jujur untuk bicara tentang manusia,” tuturnya menutup wawancara.
Bagi pihak yang ingin berkontribusi, Alfariezie berencana mengumumkan kanal donasi resmi dan kerja sama penerbitan melalui media sosial pribadinya dalam waktu dekat.***