INSIDE POLITIK — Proses hukum atas kematian tragis Pratama Wijaya, mahasiswa peserta Pendidikan dan Latihan Dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung, terus bergulir. Hari ini, Selasa (10/6), delapan pengurus Mahepel memenuhi panggilan pemeriksaan di Subdit III Jatanras Direktorat Kriminal Umum (Krimum) Polda Lampung.
Mereka datang didampingi kuasa hukumnya, Chandra Bangkit Saputra, untuk memberikan keterangan terkait kematian Pratama saat mengikuti kegiatan diksar di kawasan kaki Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran.
“Hari ini saya dampingi delapan pengurus Mahepel memenuhi panggilan terkait laporan dari ibunda almarhum Pratama Wijaya. Dari total sebelas panitia yang dipanggil, tiga belum bisa hadir,” ujar Chandra kepada wartawan usai pemeriksaan.
Pemeriksaan Fokus pada Peran Panitia
Kedelapan pengurus yang hadir merupakan panitia aktif dalam kegiatan diksar yang berlangsung tragis. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyelidikan atas dugaan kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan yang berujung pada kematian Pratama.
Tim kuasa hukum membawa serta sejumlah dokumen yang diminta penyidik, termasuk dokumen perizinan kegiatan, logistik perjalanan, buku sejarah kegiatan Mahepel, serta rekam medis milik Muhammad Arnando Al Faaris, salah satu peserta yang diduga juga mengalami dampak kesehatan akibat kegiatan tersebut.
Sorotan Terhadap Prosedur dan Pengawasan
Kematian Pratama Wijaya menyoroti pentingnya pengawasan dan keselamatan dalam kegiatan pendidikan luar ruang yang melibatkan mahasiswa baru. Berbagai pihak, termasuk keluarga almarhum dan organisasi masyarakat sipil, mendesak agar kasus ini diusut tuntas guna mencegah peristiwa serupa terulang di kemudian hari.
Polda Lampung saat ini masih terus mendalami keterlibatan para panitia dalam perencanaan dan pelaksanaan diksar, termasuk apakah telah dilakukan asesmen risiko serta pengawasan medis selama kegiatan berlangsung.(MEL)