InsidePolitik–Cabup Indramayu Lucky Hakim menyebut produk yang dihasilkan oleh para jurnalis adalah sampah.
Dalam video berdurasi 5 menit dan 21 detik yang viral di media sosial itu, Lucky Hakim diduga menyampaikan penghinaan terhadap profesi jurnalis saat berada di sebuah rumah makan di Jalan Suta Jaya, Pekandangan, Kabupaten Indramayu, pada Sabtu (16/11/2024).
Dalam video itu, Lucky menyebut bahwa “kewarasan di kalangan media sudah mulai langka”.
“Bahkan di teman-teman media pun sudah mulai banyak yang tidak waras, dilihat dari pemberitaan,” ucap Lucky dalam video tersebut.
Lebih lanjut, Lucky juga menuding karya jurnalistik yang dihasilkan oleh sejumlah jurnalis sebagai berita sampah.
“Ketika media mengklaim dirinya akurat, tajam, dan terpercaya, ternyata isinya berita sampah. Menurut saya, ini menunjukkan kewarasan kita sudah terdegradasi,” tambahnya.
Merespon pelecehan Lucky Hakim itu, ratusan jurnalis yang tergabung dalam Forum Komunikasi Jurnalis Indramayu (FKJI) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPU Indramayu, Jawa Barat.
Aksi ini merupakan respons terhadap dugaan penghinaan terhadap profesi jurnalis yang dilakukan oleh calon bupati (cabup) Indramayu nomor urut 2, Lucky Hakim.
Dalam aksi tersebut, para jurnalis menyuarakan protes dengan membawa spanduk dan berorasi. Mereka menuntut KPU Indramayu untuk mengkaji tindakan Lucky Hakim yang dianggap merendahkan martabat jurnalis.
Koordinator aksi, Hendra Sumiarsa, menyoroti pernyataan Lucky Hakim yang dinilai menghina jurnalis Indramayu. Salah satu pernyataan Lucky yang dipermasalahkan adalah terkait tuduhan bahwa jurnalis di Indramayu “tidak waras”.
“Lucky Hakim menyatakan secara terbuka melalui video yang beredar di media mainstream dan media sosial bahwa produk-produk jurnalistik dilatarbelakangi oleh ketidakwarasan. Kami ingin tahu maksud dari ketidakwarasan ini,” ujar Hendra.
Hendra juga meminta klarifikasi atas pernyataan Lucky yang menyebut dirinya tidak takut terhadap media lokal.
“Kami ingin tahu, apa yang dimaksud Lucky Hakim dengan media lokal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak ada dikotomi antara media lokal, nasional, maupun regional. Semua media berbadan hukum dan menghasilkan produk jurnalistik yang sama-sama memiliki nilai,” tegasnya.
FKJI meminta Lucky Hakim untuk memberikan klarifikasi secara terbuka, baik melalui pertemuan langsung dengan jurnalis atau melalui unggahan video di media sosial.
“Kami hanya meminta penjelasan dan klarifikasi dari Lucky Hakim. Kalau tidak bisa bertemu langsung, buatlah video yang menjelaskan pernyataannya,” lanjut Hendra.