InsidePolitik–Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bahwa masyarakat yang tak menyalurkan hak pilihnya atau golput adalah haram.
Oleh karena itu, MUI mengimbau seluruh masyarakat Indonesia menggunakan hak pilih secara bijaksana di Pilkada Serentak 2024. Khususnya, dengan memilih pemimpin yang amanah dan berintegritas, serta menghindari praktik-praktik yang dilarang syariat, seperti politik uang dan kecurangan.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dan pemerintahan.
“Hal itu dalam rangka menjaga keberlangsungan agama dan kehidupan bersama. Oleh karena itu keterlibatan umat Islam dalam pemilihan kepala daerah hukumnya wajib,” kata Asrorun dalam keterangannya.
Asrorun menekankan agar umat Islam yang terlibat dalam proses pilkada berpegang pada beberapa ketentuan, seperti bebas dari praktik politik uang, korupsi hingga dinasti politik. Hal itu diharapkan dapat menghasilkan calon-calon yang berintegritas.
“Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejujuran, amanah, kompetensi, dan integritas. Bebas dari suap, politik uang, kecurangan, korupsi , oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i,” bebernya.
Ia mengatakan umat Islam wajib menentukan pilihan calon pemimpin yang dinilai mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar, beriman dan bertakwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif. Selain itu, mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat Islam serta kemaslahatan bangsa.
“Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat atau ada yang mendekati syarat ideal, adalah haram,” tuturnya.
Selain itu, MUI juga mengimbau seluruh masyarakat terus menjaga hubungan persaudaraan yang rukun dengan sesama anak bangsa, meskipun beda pilihan.
MUI meminta pemerintah pusat dan daerah, khususnya aparat penegak hukum, bersikap netral dan menjaga keamanan. Baik saat perhitungan suara, hingga penetapan pemenang pilkada.
“Netral dan menjaga harmoni dan kerukunan yang selama ini telah terbangun, sehingga terhindar dari munculnya konflik dan perpecahan bangsa,” ujarnya.
Asrorun mendorong para penyelenggara pemilu bekerja profesional dan berintegritas. Selain itu, memaksimalkan fungsi pengawasan agar tak terjadi kecurangan di tempat pemungutan suara.
“Harus secara serius, profesional dan berintegritas menyiapkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta meminimalisasi potensi konflik, baik secara vertikal maupun horizontal,” tegasnya.