INSIDE POLITIK– Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyambut baik langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bersiap membahas usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka dalam forum koordinasi bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian). Ini menjadi angin segar bagi petani dan pelaku industri singkong Lampung yang selama ini dirundung harga anjlok dan persaingan tak seimbang dengan produk impor.
“Ini kabar baik bagi petani singkong Lampung. Setelah kami tetapkan harga dasar melalui Instruksi Gubernur, kini saatnya pemerintah pusat bersikap. Kita butuh pengendalian impor yang melindungi kepentingan dalam negeri,” ujar Gubernur Mirza, Sabtu (10/5/2025).
Pemprov Lampung sebelumnya telah mengambil langkah cepat dengan menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350 per kilogram, serta potongan maksimal 30 persen tanpa memperhitungkan kadar pati. Kebijakan ini menjadi bentuk perlindungan sementara bagi petani dari fluktuasi harga pasar yang kerap merugikan.
“Persaingan pasar itu perlu, tapi jangan sampai petani kita yang jadi korban. Instruksi ini adalah langkah darurat sambil menunggu kebijakan nasional yang lebih permanen,” tegas Mirza.
Dari sisi pemerintah pusat, Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, mengonfirmasi bahwa pembahasan internal soal usulan lartas telah dilakukan, dan siap dibawa ke forum lintas kementerian. Menurutnya, keputusan akan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global, serta masukan dari pemangku kepentingan.
Lebih lanjut, Gubernur Mirza menyampaikan bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk memperkuat regulasi di tingkat lokal. Pengawasan juga digencarkan, bekerja sama dengan pihak kepolisian dan DPRD guna memastikan kebijakan harga benar-benar diterapkan di lapangan.
“Ini bukan sekadar soal harga. Ini soal keberpihakan. Kita ingin petani singkong Lampung dihargai sesuai kontribusinya terhadap ekonomi daerah dan nasional,” pungkas Gubernur.
Langkah berani Pemprov Lampung dalam memperjuangkan harga dan perlindungan petani lokal kini menjadi pemantik diskusi di tingkat nasional. Harapannya, kebijakan yang lahir dari akar persoalan daerah ini bisa menjadi contoh bagi strategi ketahanan pangan berbasis keadilan di masa depan.***