INSIDE POLITIK- Pemerintahan Prabowo-Gibran kini memasuki masa krusial, layaknya momen menjelang kelahiran—penuh harap, was-was, dan kecemasan. Suasana inilah yang tampaknya sedang dirasakan para menteri kabinet, terutama bagi mereka yang kinerjanya dinilai belum sejalan dengan arah dan semangat pemerintahan.
Dengan misi utama meningkatkan daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi, pemerintahan ini membutuhkan barisan menteri yang tanggap dan sejalan. Sayangnya, beberapa di antaranya justru terkesan kontra-produktif dan membuat kebijakan yang menuai kontroversi serta dinilai merugikan rakyat.
Salah satu yang menjadi sorotan tajam adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Berikut sejumlah catatan yang dianggap sebagai blunder dari sang menteri:
1. Blunder LPG 3kg:
Kebijakan pengalihan subsidi LPG 3kg dianggap menyusahkan rakyat kecil, melemahkan pelaku usaha mikro, dan bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk berpihak pada masyarakat bawah.
2. Proyek DME Batu Bara:
Hilirisasi Dimethyl Ether (DME) dinilai tidak sejalan dengan UU Minerba dan berisiko membebani keuangan negara karena melibatkan pembiayaan oleh lembaga BUMN.
3. Subsidi BBM dan Ojol:
Pernyataan Bahlil yang tidak memasukkan pengemudi ojek online dalam daftar penerima subsidi sempat memicu keresahan di tengah masyarakat.
Selain kebijakan, kontroversi pribadi juga menjadi catatan:
- Pernyataan kontroversial tentang “Raja Jawa” saat deklarasi Ketum Partai Golkar.
- Beredarnya foto duduk bersama botol minuman keras.
- Dugaan keterlibatan dalam pembubaran diskusi kebangsaan.
- Tuduhan plagiarisme disertasi S3, dengan tingkat kemiripan mencapai 95% dari karya mahasiswa UIN Jakarta.
Rangkaian kebijakan dan kontroversi ini seakan memperkuat alasan perlunya reshuffle kabinet. Presiden Prabowo diharapkan bertindak tegas dan mengevaluasi para pembantunya, khususnya di sektor strategis seperti ESDM. Sebab, ke depan Indonesia membutuhkan eksekutor kebijakan yang tidak hanya cakap, tapi juga bersih dan visioner.***