InsidePolitik—Penambahan pos menteri hingga berjumlah 44 menteri bisa jadi beban berat bagi APBN di masa pemerintahan Prabowo Subianto.
“Jadi saya ingin mengatakan bahwa menambah jumlah kementerian menjadi 44 itu adalah sebuah kebijakan yang dapat memboroskan keuangan negara. Oleh karena itu saya kira ini harus mendapatkan pertimbangan yang lebih baik, ya, yang cukup serius dari presiden terpilih,” kata pengamat Kebijakan Publik sekaligus ekonom dari Universitas UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat.
Achmad menjelaskan jika bercermin dari APBN pada 10 tahun ke belakang, porsi terbesarnya adalah belanja pegawai dan belanja barang.
Dia menilai jika dilakukan penambahan kementerian, maka akan semakin membebani APBN.
“Kalau seandainya ada penambahan kementerian baru, belanja pegawai ini bukannya makin kecil, tetapi makin besar. Saya kira ini menambah anggaran kita, tidak akan efektif dalam membiayai pembangunan,” ujarnya.
Padahal, menurut Achmad, pemerintah ke depan harus berfokus pada tantangan dan permasalahan ekonomi yang memang sedang dihadapi. Salah satunya daya beli yang rendah di masyarakat.
Achmad menegaskan alasan penambahan menteri itu haruslah berdasarkan kepentingan publik. Apalagi, jangan sampai terkesan untuk mengakomodasi kebutuhan partai koalisi.
“Bukan kepentingan bagi-bagi kursi menteri kepada partai koalisi. Apalagi ini koalisinya gemuk, tetapi yang harus dipertimbangkan adalah kemanfaatannya buat publik,” pungkasnya.