InsidePolitik–Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai putusan banding buat Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT), seharusnya divonis Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) dengan putusan ultra petita—atau melebihi tuntutan Jaksa Kejaksaan Agung yang mengajukan hukuman 12 tahun penjara dalam proses banding.
“Menurut saya, hakim harus memberikan putusan di atas tuntutan penuntut umum (ultra petita). Besarnya putusan tergantung pada majelis hakim karena banyak variabel masalah lain dan orang yang terlibat,” ujar Hudi.
Hudi juga mengkritik putusan hakim tingkat pertama yang hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara kepada Harvey. Menurutnya, vonis tersebut terlalu ringan, mengingat kasus korupsi yang melibatkan Harvey menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
“Dulu Edy Tanzil hanya korupsi Rp1,1 triliun tetapi dihukum berat hingga buron sampai saat ini, sedangkan yang sekarang ratusan triliun hanya dihukum ringan,” tegasnya.
Hudi menilai bahwa kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun menjadikan perbuatan Harvey sebagai kejahatan luar biasa. Ia bahkan menyebut hukuman mati pantas dijatuhkan sesuai dengan ketentuan maksimal dalam undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Apabila terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, ancaman hukuman minimal adalah 4 tahun hingga hukuman mati. Jika penyalahgunaan wewenang terbukti, ancamannya mulai dari 1 tahun hingga hukuman mati. Hakim harus menjatuhkan putusan yang setimpal dengan tingkat kejahatan, karena Harvey dan rekan-rekannya adalah pelaku kejahatan yang luar biasa jahatnya,” jelasnya.
Di sisi lain, Hudi juga mengkritik tuntutan Jaksa Kejaksaan Agung yang hanya meminta hukuman 12 tahun penjara bagi Harvey. Menurutnya, tuntutan tersebut terlalu rendah dan tidak mencerminkan rasa keadilan.
“Menurut saya, tuntutan itu memang rendah. Banyak putusan korupsi dengan jumlah yang jauh lebih kecil tetapi hukumannya lebih berat dari Harvey. Karena itu, saya berharap hakim dapat memutus jauh di atas tuntutan penuntut umum agar tidak mencederai rasa keadilan rakyat, demi kesejahteraan bangsa Indonesia, dan untuk meningkatkan kredibilitas hukum Indonesia di mata dunia,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung, Sutikno, menyatakan pihaknya akan segera mengajukan banding atas vonis ringan 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Harvey Moeis. Menurutnya, vonis tersebut mencerminkan ketimpangan hukum.
“(Alasan banding) pertama, putusannya terlalu ringan, khusus untuk pidana badannya,” ujar Sutikno kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (28/12/2024).
Sutikno juga mempertanyakan pertimbangan hakim yang hanya menitikberatkan pada peran pelaku, tanpa memperhatikan dampak kejahatan tersebut terhadap masyarakat, khususnya di Bangka Belitung.
“Dari situ terlihat bahwa hakim hanya mempertimbangkan peran mereka, para pelaku. Tetapi hakim nampaknya belum atau tidak mempertimbangkan dampak yang diakibatkan oleh perbuatan mereka terhadap masyarakat Bangka Belitung,” tutupnya.