InsidePolitik–Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Aditya Perdana menyebut praktik politik uang di pilkada makin canggih.
Ia juga memprediksi angka politik uang juga masih tinggi bahkan lebih canggih caranya.
“Yaitu sekitar 75 persen ke atas. Namun, yang perlu diperhatikan tentu bagaimana pemilih tetap memiliki kemandiriannya dalam menentukan pilihan, bukan diarahkan atas dasar iming-iming material ataupun hal lainnya. Ini pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi semua pihak, baik peserta pemilu, penyelenggara ataupun berbagai kelompok masyarakat,” tutur dia.
Dia mewanti-wanti, kiranya mata para penyelenggara pemilu jeli dalam mengawasi praktik uang saat hari pencoblosan.
“Beberapa catatan yang dapat diperhatikan menjelang hari pemilihan adalah pertama, hati-hati maraknya politik uang yang dilakukan dengan cara konvensional ataupun digital. Modus politik uang tentu semakin canggih dan perlu menjadi perhatian serius oleh Bawaslu RI. Apalagi tipikal masyarakat kita terhadap politik uang dapat dikatakan permisif,” ucap Aditya.
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting ini mengatakan, tingginya angka politik uang bukan saja karena niat dari pemberinya, tapi juga dari tabiat masyarakatnya masih ada yang setuju dengan praktik politik uang, meski sebagian lain tidak.
“Bahkan di antara yang setuju tersebut pun akan memilih orang yang memberikan uang. Ini menunjukkan potensi politik uang akan tetap tinggi mempengaruhi pilihan pemilih nanti,” tuturnya.
Prediksi berbeda disampaikan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Haykal.
Dia meyakini perilaku dan moral elite politik yang sudah tidak memiliki rasa segan, malu atau takut malah terang-terangan menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu kandidat atau paslon di Pilkada 2024, bakal menggerus rasa kepercayaan publik terhadap kualitas pesta demokrasi.
Bukan mustahil, nantinya akan berdampak pada tingkat partisipasi publik di hari pencoblosan, 27 November mendatang.
“Kami menyaksikan dan melihat potensi yang besar bagaimana partisipasi masyarakat di dalam pilkada akan menurun dibanding pemilu kemarin, karena ada kejenuhan dan hal-hal niretika yang semakin dipertontonkan oleh aktor politik,” ujar Haykal.