INSIDE POLITIK – Kasus mengejutkan mencuat dari balik peristiwa penangkapan seorang wartawan media online yang sempat viral di Sulawesi Utara. Identitas “anggota BIN” yang menjebak wartawan Nasution di Swissbell Hotel, Minggu (8/6/2025), akhirnya terbongkar. Ternyata, sosok tersebut adalah seorang intel dari Kodim 1303 Bolaang Mongondow yang diduga kuat dibayar oleh pelaku tambang ilegal.
Alih-alih menjalankan tugas menjaga keamanan negara, oknum intel berinisial Frengky itu justru terlibat dalam skenario menjebak wartawan. Motifnya? Diduga untuk menghentikan pemberitaan terkait aktivitas tambang ilegal yang menyeret nama Refan Saputra Bangsawan di wilayah Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Timur, Bolmong Selatan.
Wartawan Nasution, yang merupakan jurnalis dari PortalSulut.ID, ditangkap oleh tim Polresta Manado pada Minggu siang setelah sempat berkomunikasi dengan Frengky dan sejumlah oknum lain yang mengaku sebagai anggota PusIntel TNI AD dan Paminal Polda Sulut. Mereka diduga menawarkan “take down” berita seputar tambang ilegal dengan imbalan Rp20 juta.
Nas, yang awalnya dijanjikan pembayaran untuk menghapus berita pada Sabtu malam di Aston Hotel, justru dijebak keesokan harinya. Saat pertemuan berlangsung di Swissbell Hotel, polisi datang dan langsung menggiring Nas ke Mapolres Manado dengan tuduhan pemerasan.
Lebih ironis lagi, di Polresta Manado, Nas dipaksa menandatangani surat pernyataan bahwa pemberitaannya adalah hoaks. Ia juga diminta menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada Refan Bangsawan dan berjanji tidak akan lagi memberitakan aktivitas tambang ilegal tersebut.
Pada 23 Mei 2025 menyebutkan aktivitas tambang ilegal di Tobayagan yang melibatkan alat berat dan tiga nama: Elo, Stenly, dan Refan Bangsawan.
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulut, Edwin Popal, turut angkat bicara. Menurutnya, berita yang diangkat PortalSulut.ID bukanlah hoaks, melainkan produk jurnalistik investigatif yang belum tuntas.
“Itu bukan berita bohong, tapi investigasinya belum rampung. Harusnya dilengkapi data dan konfirmasi. Tapi tetap itu bagian dari proses jurnalistik,” ujar Popal.
Ia juga menyoroti tren tekanan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan, termasuk aparat. “Modus seperti ini sudah lama terjadi. Pers ditekan melalui jalur represif agar tidak memuat berita yang mengganggu kepentingan gelap,” tegasnya.
Kasus ini membuka tabir praktik kotor yang melibatkan oknum aparat dalam melindungi kegiatan ilegal. Dunia pers pun kini menanti kejelasan dan keadilan untuk jurnalis yang berjuang menyuarakan kebenaran.(SIF)