INSIDE POLITIK— Sekretaris Jenderal Laskar Lampung, Panji Nugaraha, melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung yang dinilai telah menerobos aturan dalam pendirian Sekolah Siger, sekolah baru yang dibentuk melalui Yayasan Siger Prakarsa Bunda.
Panji menyebut bahwa pendirian sekolah tersebut cacat prosedur karena belum memenuhi syarat administratif, termasuk belum adanya kantor resmi yayasan, kepala sekolah, tenaga pengajar, hingga kelengkapan izin bangunan dan rekomendasi dari lima sekolah sekitar sebagaimana diatur dalam peraturan pendirian sekolah swasta.
“Saya menerima banyak keluhan dari para stakeholder sekolah swasta. Mereka harus menempuh prosedur berlapis untuk mendapatkan izin. Sementara sekolah ini seolah bebas dari aturan, padahal menggunakan anggaran APBD,” ujarnya, Selasa (15/7).
Pemkot Dianggap Langgar Etika Pemerintahan
Menurut Panji, langkah Pemkot bukan hanya maladministratif, tapi juga melukai keadilan bagi lembaga pendidikan swasta yang selama ini patuh terhadap aturan. Ia menilai, Walikota Eva Dwiana mengabaikan nasib para pengajar swasta yang merasa tersisih akibat kebijakan sepihak ini.
“Sekolah ini membuka pendaftaran murid tanpa kepala sekolah, tanpa yayasan yang jelas, tanpa guru yang terdata resmi. Ini jelas aneh, bahkan berbahaya jika terus dibiarkan,” tegasnya.
DPRD Dinilai Abai, Klarifikasi Tak Jelas
Panji juga mempertanyakan diamnya DPRD Kota Bandar Lampung terhadap persoalan ini. Padahal menurutnya, dewan memiliki fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah.
“Saya heran, kok Dewan diam? Padahal ini sudah jadi isu publik,” katanya.
Upaya konfirmasi ke Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung pun belum membuahkan hasil. Saat ditemui di kantor DPRD pukul 12.00 WIB, tidak satu pun anggota komisi yang hadir. Ketua Komisi IV, Asroni Paslah, ketika dikonfirmasi lewat pesan, mengaku masih berada di luar kota dan belum menjawab secara spesifik soal legalitas sekolah tersebut.
Ketika ditanya apakah Sekolah Siger pernah dibahas atau diparipurnakan dalam sidang resmi antara legislatif dan eksekutif, Asroni menjawab, “Mereka kan belakangan MPLS-nya. Karena kan baru penerimaan.”
Desakan Evaluasi dan Transparansi
Laskar Lampung mendesak agar Pemkot dan DPRD segera membuka data dan proses pendirian Sekolah Siger ke publik, serta menghentikan operasionalnya jika terbukti menyalahi aturan. Panji juga menuntut pengawasan lebih ketat dalam pengelolaan dana pendidikan yang bersumber dari APBD agar tidak digunakan secara serampangan.
“Pendidikan adalah soal masa depan anak bangsa, bukan ajang coba-coba atau alat politik. Jika tidak sesuai aturan, maka jangan paksakan berdiri,” tegas Panji.***