INSIDE POLITIK- Kasus PT LEB yang menyeret Komisaris dan Direksi perusahaan daerah ini kembali menjadi sorotan publik, bukan hanya karena penyidikan yang berlangsung sekitar satu tahun, tetapi juga karena kontroversi hukum dan regulasi yang menyertainya. Kejaksaan Tinggi Lampung telah menampilkan pihak-pihak terkait dengan rompi tahanan, serta melakukan penyitaan aset miliaran rupiah, semua berdasarkan dugaan kerugian negara. Namun, publik bertanya-tanya: dari mana sebenarnya kerugian negara itu muncul?
Aspidsus Armen Wijaya menggunakan istilah “Role Model” dalam konteks kasus ini. Bagi sebagian kalangan, istilah ini menyerupai konsep tradisional masyarakat yang dikenal sebagai “kelinci percobaan,” yakni pihak yang dijadikan objek ujicoba hukum tanpa kepastian dasar regulasi. Pertanyaannya muncul: apakah benar Direksi PT LEB melakukan tindak pidana korupsi, ataukah mereka menjadi korban dari ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% dari kontraktor migas?
Dana PI 10% ini sendiri merupakan bagian dari bagi hasil dari kontraktor migas, bukan APBD atau APBN. Artinya, sumber dana tersebut berbeda dari anggaran negara yang biasa menjadi fokus kasus korupsi klasik. Fakta ini menimbulkan perdebatan serius di masyarakat dan kalangan hukum: bagaimana Kejati Lampung bisa menetapkan tersangka jika regulasi yang mengatur pengelolaan dana PI 10% belum memadai atau belum jelas?
Dalam aturan yang ada, mulai dari PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi hingga Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, hanya diatur penawaran PI 10% dan kesanggupan BUMD untuk mengambil bagian, tanpa rincian bagaimana dana tersebut harus dikelola, dialokasikan, atau dipertanggungjawabkan. Peraturan daerah maupun peraturan gubernur di Lampung pun tidak menjelaskan mekanisme pengelolaan aliran dana PI 10%. Dengan kata lain, landasan hukum yang menjadi dasar penetapan kerugian negara masih samar.
Publik semakin bertanya-tanya ketika melihat media menyoroti penyitaan aset PT LEB dan penahanan direksi, sementara fakta yang muncul dari laporan kas pemerintah daerah menunjukkan sebagian besar dana bagi hasil dari kontraktor migas sudah masuk ke kas Pemprov Lampung. Sisanya digunakan oleh perusahaan untuk operasional, membayar gaji karyawan, dan membiayai kegiatan perusahaan. Apakah tindakan ini bisa dikategorikan merugikan negara? Bukti dan regulasi saat ini belum memperjelas batasan tersebut.
Istilah “Role Model” yang digunakan Armen Wijaya menimbulkan interpretasi bahwa PT LEB dijadikan contoh dalam pengelolaan PI 10%, tapi publik menilai implementasinya justru mirip “kelinci percobaan.” Tanpa transparansi yang jelas dari Kejati Lampung mengenai prosedur penggunaan dana PI 10%, masyarakat sulit memahami apakah tindakan direksi PT LEB merupakan penyalahgunaan atau sekadar implementasi standar BUMD yang serupa di seluruh Indonesia.
Kasus ini membuka diskursus lebih luas: apakah penegakan hukum saat ini sudah selaras dengan regulasi yang ada, atau justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi perusahaan daerah yang mengelola dana PI 10%? Penanganan kasus PT LEB bisa menjadi preseden penting bagi BUMD lain di seluruh Indonesia dalam mengelola dana bagi hasil migas, sehingga publik, investor, dan pemerintah daerah menunggu kejelasan prosedural dan regulasi yang transparan.
Selain itu, kasus ini menuntut Kejati Lampung untuk memberikan penjelasan konkret tentang prosedur pengelolaan dana bagi hasil migas yang dijadikan dasar penetapan kerugian negara. Tanpa itu, tuduhan “merugikan perekonomian negara” dapat dianggap prematur, dan kasus PT LEB berisiko dipandang sebagai eksperimen hukum yang kontroversial di mata masyarakat.
Kesimpulannya, kasus PT LEB bukan hanya soal dugaan korupsi, tetapi juga tentang fallasi regulasi dan perlunya transparansi hukum. Publik menuntut agar Kejati Lampung menjelaskan secara gamblang alur pengelolaan dana PI 10% dan dasar penetapan kerugian negara, sehingga istilah “kelinci percobaan” tidak lagi menjadi stigma yang membayangi nama direksi PT LEB.***




















