InsidePolitik–Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) mendesak pemerintah pusat agar segera menyelamatkan industri singkong di Lampung.
Desakan tersebut muncul lantaran saat ini sejumlah industri tapioka di Lampung menutup pabrik dan menghentikan pembelian umbi kayu atau singkong dari petani.
Melihat itu, MSI memberikan pernyataan tertulis meminta pemerintah segera mengambil sikap dan melakukan terobosan untuk mengurai persoalan yang ada.
MSI mengimbau adanya koordinasi antarlembaga maupun kementerian terkait untuk menyelamatkan industri singkong di Lampung.
Dalam keterangan tertulisnya, Ketua Umum MSI Arifin Lambaga menyatakan, dampak dari polemik singkong apabila tidak segera diurai, dikhawatirkan menimbulkan masalah-masalah baru di tingkat petani, pabrik maupun masyarakat pekerja.
Terlebih katanya, Lampung merupakan sentra produksi singkong utama di Tanah Air.
Pada tahun 2022, Lampung menghasilkan 6,7 juta ton umbi singkong segar atau sekitar 40 persen dari total produksi singkong nasional.
Lalu sekitar 90 persen dari produksi singkong di Lampung diserap industri tapioka yang menghasilkan devisa sekitar Rp 10 triliun, belum termasuk hasil samping seperti onggok dan lainya.
“Jadi, sangat disayangkan jika potensi ini tidak terkelola dengan baik yang akhirnya merugikan semua pihak,” kata Ketum MSI Arifin Lembaga.
Lanjut Arifin, besarnya potensi singkong dalam meningkatkan ketahanan pangan dapat menyejahterakan petani dan menjadi penyumbang devisa negara.
Menurutnya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk mengurai permasalahan yang ada.
“Langkah jangka pendek, perlu kebijakan menyelamatkan singkong hasil panen petani yang tidak terserap pabrik.”
“Hal ini perlu untuk menghindari kerugian lebih besar pada petani yang menggantungkan hidupnya pada singkong.
“Lalu, memberikan dukungan dan akses kepada petani untuk mendapatkan bantuan/subisidi pembiayaan dan sarana produksi seperti bibit dan pupuk,” jelasnya.
Kemudian, pemerintah daerah terus melakukan pendekatan dan fasilitasi agar kedua pihak abtara petani dan pelaku industri tapioka dapat terus berkomunikasi mencapai kesepakatan harga yang diterima bersama.
“Perlu adanya keterbukaan (transparansi) semua pihak terkait komponen biaya produksi di tingkat usaha tani dan pabrik tapioka,” ucapnya.
Dia menerangkan, untuk mengurai persoalan yang ada, MSI secara khusus mengusulkan harga singkong di tingkat petani minimal Rp. 1.200/kg dengan refaksi maksimal 15 persen.
“Usulan ini sudah dikaji tim MSI dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan tetap fleksibel untuk direvisi,” kata dia.
Dia menyampaikan, perlu segera ada koordinasi pemerintah pusat, terutama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan instansi terkait lainnya.
“Koordinasi sangat penting karena solusi singkong secara komprehensif melibatkan banyak aspek yang terkait.”
“Satu di antaranya, perlu transparansi kebutuhan tapioka dalam negeri sehingga ada skala prioritas untuk menyerap produksi lokal sebelum diputuskan impor,” bebernya.
Selain itu lanjut Arifin ada langkah Jangka panjang seperti, mewajibkan pelaku industri tapioka untuk bermitra dengan petani singkong lokal.
“Dengan kemitraan ini, maka pabrik terlibat dalam pembinaan petani meningkatkan produktivitas usaha dan umbi yang dihasilkan sesuai spesifikasi pabrik dengan harga yang sudah disepakati bersama. Selain itu, transaksi pembelian umbi dapat langsung dilakukan antara petani dan pabrik,” katanya.
Selain itu dapat menyusun peta jalan (road map) pengembangan industri berbasis singkong di Lampung dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pemerintah, perbankan, pengusaha, trader, petani, peneliti, akademisi, organisasi perkumpulan (seperti MSI) dan LSM.
Menjadikan singkong sebagai pangan strategis nasional sehingga mempercepat kebijakan dan memudahkan pengembangannya seperti tanaman pangan lainnya.
“Kemudian, mendorong investasi hilirisasi berbagai produk berbahan baku singkong, disamping memperkuat industri tapioka yang sudah ada sekarang,” pungkasnya.
Sekjen MSI Heri Soba menambahkan, dalam waktu dekat MSI dan stakeholder terkait akan segera melakukan pertemuan dengan menteri pertanian untuk membahas polemik singkong di Lampung.
“Rencananya kami MSI perwakilan kelompok tani, industri dan stagholeder terkait akan melakukan pertemuan dengan Menteri Pertanian yang rencananya pada 3 Febuari 2025 untuk membahas dan mencari solusi terkait polemik singkong ini,” kata Heri Soba.