INSIDE POLITIK – Suasana haru dan penuh harapan mewarnai Ruang Rapat Sekretariat II Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPD HNSI) Lampung di Jalan Kiter No 36 D Bumi Waras Bandar Lampung, Selasa (12/8/2025). Acara ini digelar untuk memperingati empat tahun hilangnya kapal perikanan KM EMJ 7 beserta 20 anak buah kapal (ABK)-nya di perairan Pesisir Barat Lampung, sekaligus membuka ruang diskusi dan refleksi bersama keluarga korban.
Kegiatan dihadiri keluarga korban yang datang dari berbagai daerah di Lampung, perwakilan nelayan, tokoh masyarakat, serta pihak pemerintah dan lembaga terkait. Bagi keluarga korban, acara ini bukan sekadar seremonial, melainkan kesempatan untuk menyampaikan kerinduan, harapan, dan tuntutan agar mendapatkan kepastian mengenai nasib orang-orang terkasih yang hilang.
Kenangan terakhir para korban masih membekas di ingatan keluarga. Beberapa masih menyimpan panggilan video singkat atau pesan suara terakhir dari tengah laut, yang kini menjadi satu-satunya pengingat kehangatan mereka. “Setiap malam kami masih berharap ada kabar. Empat tahun bukan waktu singkat, tapi kami belum pernah menyerah menunggu. Yang kami minta hanya kepastian, entah mereka ditemukan hidup atau setidaknya bisa dimakamkan dengan layak,” ungkap Aida, istri salah satu ABK, sambil menahan tangis.
KM EMJ 7 adalah kapal penangkap ikan berukuran 128 GT yang berbasis di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing Bandar Lampung milik PT Sutiyoso Bersaudara. Kapal berangkat melaut pada Rabu, 11 Agustus 2021, pukul 08.30 WIB, menuju perairan Enggano, Bengkulu. Komunikasi terakhir tercatat di Vessel Monitoring System (VMS) pada 12 Agustus 2021 pukul 13.21 WIB sebelum kapal dinyatakan hilang kontak. Upaya pencarian awal dilakukan oleh Basarnas, TNI AL, dan instansi terkait, namun cuaca buruk dan luasnya area pencarian menjadi kendala sehingga kapal beserta 20 ABK belum juga ditemukan.
Ketua DPD HNSI Lampung, Kusaeri Suwandi, menegaskan bahwa pihaknya mendesak perusahaan dan pemerintah untuk segera menunaikan kewajiban kepada keluarga korban sesuai putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). “Putusan pengadilan sudah inkrah. Tidak ada alasan lagi bagi perusahaan atau pihak terkait untuk mengulur waktu. Hak keluarga korban harus segera dipenuhi, sesuai hukum dan kemanusiaan,” tegas Kusaeri.
Pengadilan Negeri Tanjungkarang memutuskan bahwa perusahaan pemilik KM EMJ 7 wajib memberikan santunan dan pemenuhan hak-hak keluarga korban. Putusan ini menjadi preseden penting untuk memastikan keselamatan nelayan dan perlindungan pekerja di sektor perikanan. “Keselamatan nelayan harus menjadi prioritas, jangan hanya dianggap sebagai pencari keuntungan,” tegas Kusaeri.
HNSI Lampung menuntut: pertama, perusahaan segera membayarkan santunan sesuai putusan pengadilan; kedua, pemerintah daerah dan pusat mengawasi pelaksanaan putusan; ketiga, peningkatan regulasi keselamatan pelayaran di sektor perikanan tangkap. “Kami akan terus mengawal kasus ini sampai hak keluarga korban terpenuhi. Ini bukan hanya soal 20 ABK KM EMJ 7, tapi masa depan perlindungan nelayan Indonesia,” pungkasnya.
Anggota DPD RI Bustami Zainudin yang hadir menyampaikan dukungan penuh terhadap keluarga korban. “Meskipun pencarian fisik dihentikan karena tidak ditemukan tanda-tanda baru, kami tetap membuka diri untuk menerima dan menindaklanjuti informasi baru terkait keberadaan KM EMJ 7. Keselamatan pelayaran dan kesiapan peralatan darurat adalah pelajaran penting bagi kita semua,” ujarnya.
Selain diskusi bersama keluarga, narasumber aktivis perlindungan nelayan membahas prosedur keselamatan pelayaran, pemeriksaan kelayakan kapal, serta jaminan sosial dan perlindungan hukum bagi ABK. Para peserta menyoroti pentingnya sistem pelacakan kapal yang lebih efektif dan koordinasi cepat lintas instansi jika terjadi insiden di laut.
Seluruh keluarga dan peserta menaruh harapan besar agar nasib ABK KM EMJ 7 segera terungkap. “Empat tahun kami menunggu, dan akan terus menunggu sampai ada jawaban,” ucap Agusni, ayah salah satu ABK. DPD HNSI Lampung berharap refleksi ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap kapal yang berlayar, ada keluarga yang menunggu, dan tragedi KM EMJ 7 menjadi pelajaran penting untuk memperketat keselamatan pelayaran serta perlindungan maksimal bagi nelayan Indonesia.***