InsidePolitik–Akademisi Hukum Unila Dr. Yusdianto memastikan Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki wewenang penuh untuk membatalkan hasil pilkada baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Hal ini disampaikan Yusdianto terkait adanya sikap pesimis terhadap gugatan yang dilayangkan paslon Nanda-Antonius akan dikabulkan oleh MK.
Menurutnya, dalam Peraturan MK No.4 Tahun 2024, MK dapat membatalkan sebagian atau keseluruhan gugatan, termasuk pembatalan keputusan KPU terhadap penetapan hasil suara.
“Jadi keliru kalau ada yang pesimis sebelum beracara di MK, apapun bisa terjadi sepanjang didukung oleh bukti dan saksi yang kuat,” jelasnya.
Yusdianto mengatakan MK akan melakukan penelusuran, karena MK sudah membuka ruang untuk mengkroscek ulang, jadi yang perlu diterangkan MK saat ini dapat menjangkau perkara Pilkada termasuk persyaratan yang dianggap cacat, bukan hanya sekedar selisih suara.
Kemudian, lanjut Yusdianto, seperti kasus di Kabupaten Boven Digul Provinsi Papua Selatan, pemenang didiskualifikasi karena syarat calon tidak terpenuhi.
Banyak putusan MK yang membatalkan paslon pemenang karena syarat calon tidak terpenuhi, sebagaimana pasal 7 ayat 2 UU 10/2016.
Termasuk, kata dia, jika diduga KPU dan Bawaslu tidak fair, proses tahapan Pilkada tidak dijalankan secara profesional maka MK bisa mengkroscek ulang, pembiaran, ketidaknetralitasan dan berdampak kepada calon yang dirugikan maupun yang diuntungkan.
“Dapat diperhatikan perjalanan sengketa hasil ini, beberapa upaya sudah dilakukan oleh pihak paslon Nanda-Anton, bahkan sebelum pemungutan suara, sampai mengajukan sengketa hasil ke MK untuk membatalkan pencalonan tersebut karena dinilai cacat secara konstitusi, ya itu memang sudah benar jalannya,” kata dia.
Yusdianto juga meminta para pihak, masyarakat maupun akademisi menahan diri untuk tidak berandai-andai, baiknya menyerahkan kepada MK untuk dapat memutuskan. Jangan cepat memberi argumentasi yang dapat membuat gaduh dan ketidakpastian di masyarakat.
Hal senada juga disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Kata dia, MK tidak sekadar ‘Mahkamah Kalkulator’ yang mengurusi hasil penghitungan suara saja, namun pengawal keadilan substantif dalam pemilu.