InsidePolitik–Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa semua putusan MK bersifat final dan mengikat.
Menurut Jubir MK Fajar Laksono putusan yang telah diketok Hakim Konstitusi bersifat final dan mengikat.
Tanggapan ini diungkapkan Fajar Laksono untuk menanggapi sikap DPR dan pemerintah yang menyetujui revisi UU Pilkada 10/2016.
Materi revisi justru bertentangan dengan putusan MK tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat usia pasangan calon kepala daerah yang diputus pada Selasa (20/8).
“Putusan MK sudah diketok. Dan saya kira semua orang tahu, teman-teman juga tahu putusan MK final and binding. Apa artinya final and binding? Saya kira juga semua orang sudah paham,” kata Fajar di Kantor MK.
Fajar menjelaskan dengan adanya putusan itu, artinya MK sudah menjalankan tugas dengan memberikan jawaban dan solusi tentang pasal yang konstitusional ataupun inkonstitusional. Ia menuturkan putusan MK sudah satu paket dengan revisi di undang-undang terkait.
“Undang-undang ini dibaca sebagaimana yang sudah dinyatakan konstitusional atau inkonstitusional oleh MK. Sampai situ selesai,” ucap dia.
Pada Rabu (21/8), DPR dan pemerintah setuju terhadap revisi UU Pilkada Nomor 10/2016. Rapat pembahasan itu hanya berlangsung selama tujuh jam.
PDIP jadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak revisi UU Pilkada itu. Materi yang disepakati dalam pembahasan itu justru menghidupkan kembali ambang batas pencalonan kepala daerah yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional oleh MK.
Selain itu, DPR dan pemerintah menyepakati syarat usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik, bukan saat pendaftaran. Hal ini juga bertentangan dengan putusan MK.
Pada Kamis ini, DPR mengagendakan rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. Namun, rapat paripurna ditunda karena anggota dewan peserta rapat tidak memenuhi kuorum.
Pada saat yang sama, sejumlah kelompok masyarakat sipil menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan gedung DPR dan lokasi lainnya menolak pengesahan UU Pilkada.