InsidePolitik–PBB mengungkap laporan terbaru aksi genosida yang dilakukan zionis Israel adalah untuk menghapus keberadaan Palestina.
Francesca Albanese, pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melaporkan, Israel terlibat dalam pemindahan paksa, perusakan, dan tindakan genosida yang sistematis terhadap penduduk Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
“Pemindahan dan pergantian populasi secara paksa yang dilakukan oleh Israel secara disengaja dan berjangka panjang terhadap rakyat Palestina, khususnya pasca konflik yang dimulai pada 7 Oktober 2023,” ucap laporan Albanese.
Laporan ini juga menyebut tujuan Israel melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk genosida, menghubungkannya dengan pembersihan etnis yang berlangsung selama puluhan tahun demi menghapuskan eksistensi Palestina.
Menurut Albanese, kekerasan Israel terhadap Palestina sejak Oktober lalu bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari upaya lebih luas untuk memaksa penduduk Palestina pindah.
Selain itu, laporan tersebut menuduh Israel menghalangi penyelidikan internasional, termasuk menolak akses bagi tim pencari fakta dari PBB dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
“Penolakan berulang terhadap mekanisme PBB dan penyelidik ICC ini dapat dianggap sebagai penghalang terhadap tercapainya keadilan,” papar Albanese.
Dia juga menyebutkan bahwa tindakan Israel ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Internasional (ICJ), yang memerintahkan Israel untuk mengizinkan akses bagi penyelidik internasional ke Gaza serta mengambil langkah untuk menjaga bukti-bukti yang ada.
“Genosida yang berlangsung ini tak diragukan lagi adalah konsekuensi dari status istimewa serta kekebalan yang diberikan kepada Israel secara berkepanjangan,” tulis laporan tersebut.
Albanese menyatakan, Israel telah secara sistematis dan terang-terangan melanggar hukum internasional, termasuk resolusi Dewan Keamanan PBB dan putusan ICJ.
Status kekebalan dan perlakuan istimewa itu, menurutnya, memberi Israel dorongan untuk terus menentang hukum internasional.
“Dunia menyaksikan genosida pemukim-kolonial secara langsung, dan hanya keadilan yang dapat menyembuhkan luka mendalam yang disebabkan oleh kepentingan politik,” ujarnya.
Laporan ini juga menyoroti besarnya kerusakan di Gaza. Diperkirakan hampir 40 juta ton puing, termasuk sisa bahan peledak dan jenazah manusia, mencemari lingkungan hidup di sana.
Selain itu, lebih dari 140 lokasi penimbunan limbah sementara dan 340.000 ton limbah yang belum diolah telah mencemari lingkungan, menimbulkan risiko penyakit, seperti hepatitis A, infeksi pernapasan, diare, dan penyakit kulit.
“Seperti yang dinyatakan oleh beberapa pemimpin Israel, Gaza telah menjadi wilayah yang tak layak untuk ditinggali manusia,” ujar laporan tersebut.
Laporan juga mengungkap kebijakan Israel yang membatasi sumber daya dasar, seperti pangan, air, dan pasokan medis, bagi penduduk Palestina.
“Serangan yang disengaja terhadap ketahanan pangan di Gaza mencerminkan adanya upaya untuk menghancurkan penduduknya melalui kelaparan,” ungkap Albanese.
Dia menyebutkan pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Agustus lalu yang menyatakan bahwa membuat warga Gaza kelaparan adalah tindakan yang beralasan dan bermoral.
Laporan tersebut juga memperingatkan meluasnya kekerasan ke Tepi Barat, menimbulkan kekhawatiran terkait potensi genosida di wilayah tersebut, termasuk Yerusalem Timur.
Sejak Oktober 2023, dilaporkan bahwa pasukan Israel telah melakukan lebih dari 5.500 penggerebekan di Tepi Barat, mengakibatkan ratusan kematian dan ribuan luka-luka di kalangan warga Palestina.
Menurut Albanese, kekerasan yang meningkat di Tepi Barat dipicu oleh pemukim Yahudi yang didukung oleh pasukan Israel.
Ia juga mengutip beberapa insiden yang menimpa anak-anak Palestina, yang secara sistematis menjadi target hingga menyebabkan setidaknya 169 anak tewas sejak Oktober 2023.
Hampir 80% dari kematian anak-anak tersebut disebabkan oleh luka tembak di bagian kepala atau area vital lainnya seperti perut, dada, dan punggung.
“Kerusakan yang melanda Gaza kini meluas hingga Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur,” kata Albanese sebagai peringatan.
Dia juga menyebutkan bahwa sejumlah pejabat Israel, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, secara terbuka mendukung kekerasan dan penangkapan massal terhadap warga Palestina.
Saat ini, sekitar 9.400 warga Palestina dilaporkan ditahan dalam kondisi yang buruk.