InsidePolitik–Kejati Lampung tak punya wewenang untuk melakukan audit kerugian negara terkait penyidikan PT LEB yang saat ini terus bergulir.
Terlebih, penyidik Kejati Lampung seperti kebingungan dalam proses penyidikannya, karena hingga kini belum ada satupun tersangka yang ditetapkan. Namun anehnya, Kejati Lampung terus melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Sikap Kejati Lampung yang terkesan memaksakan proses penyidikan ini juga cenderung melampaui kewenangannya.
Karena, menurut Ahli Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, lembaga yang berwenang untuk melakukan audit dan menentukan kerugian negara ataupun kerugian perekonomian negara bukanlah kejaksaan.
“Hanya BPK dalam rangka menilai ada tidaknya kerugian negara akibat perbuatan (melawan hukum atau kelalaian. Berdasarkan pasal 10 ayat 1 UU BPK kalau BPKP hanya berfungsi dalam menilai kerugian negara tetapi dalam rangka pencegahan, bukan dalam rangka penindakan, dan di luar itu tidak bisa karena tidak memiliki standar dan juga tidak punya kewenangan di dalam UU,” kata Simatupang.
Karena itu, dia menjelaskan bahwa seturut pengetahuannya, kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan kerugian negara.
Namun, dirinya mengaku tidak mengetahui apakah dalam Undang-Undang Kejaksaan, Jaksa memiliki kewenangan untuk melakukan audit kerugian negara ataupun kerugian perekonomian negara.
“Saya tidak tahu di UU Kejaksaan apakah ada yang memberikan kewengangan untuk menilai menghitung kerugian negara yang saya tahu hanya BPK dalam pasal 10 ayat 1 UU BPK dan BPKP berdasarkan Perpres 192 tahun 2014 dalam rangka pencegahan saja,” kata dia.
Dengan demikian, kata dia, dua lembaga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berwenang menghitung kerugian negara.
Selain itu, Dian Puji juga menerangkan bahwa dalam dugaan perkara korupsi itu harus nyata dan pasti.
“Dalam perkara dugaan korupsi, perhitungan kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Apabila pekerjaan masih berjalan, maka belum nyata dan pasti perhitungannya,” kata Dian Puji Nugraha Simatupang.
Dian menambahkan, perhitungan kerugian keuangan negara juga harus berdasarkan nilai buku yang wajar, dengan memperhitungkan berapa aset yang berkurang atau ke luar dan berapa yang masuk.
“Jadi, selain pengeluaran, perlu dilihat, apakah ada tercatat barang yang masuk, apakah ada pertambahan aset, apakah ada pengembalian aset ke kas negara. Pencatatan itu penting untuk membuktikan kerugian yang nyata dan pasti,” ujarnya.
Perhitungan kerugian keuangan negara juga harus mempertimbangkan kejadian-kejadian penting yang bersifat material dan berpengaruh dalam nilai buku atau laporan keuangan.