InsidePolitik–Seandainya Bunda Eva tanggap antisipasi banjir, mungkin Kakak Bahtiar tak hanyut.
Waktu itu, Bahtiar (60) lansia yang tinggal di Gg Masjid, Jalan KH Ahmad Dahlan, Kelurahan Kupangteba, Telukbetung Utara sedang membuat adonan bubur di rumahnya yang ada di tepian sungai.
Namun tiba-tiba air bah menerjang rumahnya, Bahtiar jatuh ke sungai dan langsung hanyut terbawa arus banjir yang deras.
Salah satu saksi yang juga tetangga korban, Adi, mengatakan sungai yang tiba-tiba meluap membuat korban yang sedang membuat adonan bubur di rumahnya yang dekat sungai itu mengalami hilang keseimbangan. Kakek itu pun terjatuh, lalu terseret arus air bah.
“Korban langsung digulung derasnya air yang diawali dengan terpeleset terlebih dulu. Bahkan pintu dapur rumah korban ikut roboh diterjang derasnya arus,” kata Adi.
Intensitas curah hujan tinggi hingga menyebabkan bencana banjir yang melanda Kota Bandar Lampung, Lampung, pada Jumat (17/1) sore kemarin membawa duka mendalam bagi warga Kelurahan Kupang Teba, Kecamatan Telukbetung Utara.
Kepala Kantor SAR Lampung, Deden Ridwansyah mengatakan jasad korban baru ditemukan keesokan harinya terapung di pesisir Pantai Sukaraja.
Korban ditemukan dengan kondisi sudah meninggal dunia pada Sabtu (18/1) pagi sekira pukul 07.30 WIB di dekat tempat pelelangan ikan Pantai Sukarajaatau jarak sekitar 2,3 kilometer dari lokasi awal korban dilaporkan hanyut dan hilang terseret arus banjir.
Kondisi jasad korban, katanya, tak ada tanda-tanda kerusakan karena memang belum sampai 24 jam hilang.
Banjir besar melanda Kota Bandar Lampung pada Jumat (17/1/2024), menyebabkan genangan air meliputi 17 titik di 9 kecamatan.
Beberapa wilayah seperti Bumi Waras, Teluk Betung Selatan, Enggal, dan Rajabasa
mengalami banjir yang cukup parah, dengan ketinggian air mencapai setengah hingga setinggi atap rumah.
Selain merendam rumah warga, banjir juga menghanyutkan kendaraan dan menyebabkan ambruknya Jembatan Merah di Kali Akar.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, menyampaikan keprihatinannya terhadap
bencana ini.
Ia menegaskan bahwa banjir tersebut mencerminkan buruknya pengelolaan lingkungan di Bandar Lampung.
“Minimnya ruang terbuka hijau, buruknya tata kelola kota, sistem drainase yang tidak memadai, serta pengelolaan sampah yang lemah adalah penyebab utama banjir ini,” ujar Irfan.
Menurutnya, bencana ini tidak dapat dianggap sebagai peristiwa alam semata, tetapi akibat dari ketidakseimbangan pembangunan yang mengorbankan lingkungan.
“Atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi korban dari pembangunan yang rakus ruang dan tidak berkelanjutan,” tambahnya.
Walhi Lampung menuntut Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk segera melakukan langkah serius dalam penanggulangan banjir. Langkah-langkah yang harus diambil meliputi pertama meningkatkan ruang terbuka hijau dan daerah resapan air.
“Kemudian memperbaiki sistem drainase dan pengelolaan sampah. Dan melakukan
perencanaan tata kota yang berkelanjutan, ” ucapnya.
Irfan juga mengkritik kepemimpinan di Bandar Lampung yang dinilai abai terhadap
persoalan lingkungan.
“Walikota terpilih harus merasa malu jika tidak menunjukkan komitmen dalam
penanganan banjir. Ini bukan sekadar bencana, tapi pelanggaran terhadap hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tegasnya.
Keluarga Bahtiar kini sudah ikhlas melepas kepergian tukang bubur yang baik hati itu.