INSIDE POLITIK — Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba melontarkan target ambisius untuk membawa ekonomi Negeri Sakura ke level yang jauh lebih tinggi. Dalam pertemuan dengan jajaran Partai Demokratik Liberal (LDP), Senin (9/6), Ishiba menetapkan sasaran peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal Jepang dari sekitar 600 triliun yen pada 2024 menjadi 1.000 triliun yen atau setara 7 triliun dolar AS pada tahun 2040.
Selain target PDB, Ishiba juga menekankan pentingnya peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat Jepang sebesar lebih dari 50 persen dalam kurun waktu yang sama.
“Saya ingin menunjukkan kepada rakyat Jepang seperti apa ekonomi yang kuat secara konkret,” ujar Ishiba di hadapan awak media, menegaskan arah kebijakan ekonomi yang akan menjadi fondasi kampanye pemilu majelis tinggi musim panas ini.
Janji Ekonomi sebagai Amunisi Politik
Target ekonomi ini dinilai sebagai kartu andalan LDP untuk membedakan diri dari oposisi dalam menghadapi pemilu anggota dewan penasihat, yang akan memilih separuh dari 248 kursi majelis tinggi. Ishiba menginstruksikan para pimpinan partai untuk menjadikan agenda ekonomi ini sebagai janji utama kampanye.
Langkah ini sekaligus menjadi respons atas strategi oposisi yang menitikberatkan kampanye pada pemotongan pajak konsumsi. Partai Demokratik Konstitusional (CDP), yang dipimpin Yoshihiko Noda, mengusulkan penghapusan sementara pajak konsumsi makanan sebesar 8 persen serta pemberian bantuan tunai sebagai langkah meredam inflasi yang membebani rumah tangga.
Visi vs Subsidi: Persaingan Politik Makin Ketat
Dengan menjanjikan ekonomi yang lebih kuat dan peningkatan pendapatan nyata, Ishiba tampak ingin menawarkan visi jangka panjang yang menjawab kekhawatiran masyarakat tentang stagnasi ekonomi dan tekanan inflasi. Di sisi lain, oposisi bermain dengan strategi populis yang lebih langsung dirasakan masyarakat.
Para pengamat menilai, pemilu majelis tinggi kali ini tak hanya akan menjadi ajang kontestasi politik, tetapi juga perebutan narasi ekonomi nasional: antara pembangunan jangka panjang atau stimulus jangka pendek.
“Ini pertarungan antara janji reformasi struktural dan kebijakan populis,” ujar seorang analis politik Jepang kepada media lokal.
Dengan target ambisius menuju tahun 2040, Jepang kini dihadapkan pada tantangan besar: mengubah visi menjadi realisasi. Dan rakyat akan menjadi penentu arah, lewat suara di bilik pemilu.(SIF)