INSIDE POLITIK- Penyair kawakan asal Lampung, Isbedy Stiawan ZS, kembali menapaki panggung sastra nasional. Kali ini, buku puisinya yang terbaru, Menungguku Tiba (Lampung Literature, Juni 2025), akan dibedah secara khusus di Pusat Budaya Sunda, Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung, Senin, 18 Agustus 2025 pukul 14.00 WIB.
Undangan ini datang langsung dari Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia DEA, Ketua Pusat Budaya Sunda sekaligus mantan Rektor UNPAD. Isbedy menyebut momen ini sebagai bentuk penghargaan sekaligus “undangan spesial”.
“Awalnya Pak Ganjar memesan tiga buku Menungguku Tiba. Saat tahu beliau di UNPAD, saya ajukan ide kerja sama untuk bedah buku, dan responsnya luar biasa baik,” ujar Isbedy di Bandar Lampung, Sabtu (12/7/2025).
Agenda Spesial di Tengah Kesibukan Penyair
Acara ini bertepatan dengan jadwal padat Isbedy, yang juga akan hadir sebagai narasumber peluncuran buku puisi Republik Puitik di Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) – PDS HB Jassin pada 16 Agustus 2025. Karena itu, jadwal bedah buku di UNPAD yang semula dirancang 25 Agustus dimajukan ke 18 Agustus.
Dalam bedah buku nanti, akan hadir dua pembicara dari kalangan akademisi dan penyair. Dr. Ipit Saefidier Dimyati, dosen teater ISBI dan penyair, direncanakan menjadi salah satu pembedah utama. Sementara untuk perwakilan dari Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UNPAD, saat ini masih dalam proses konfirmasi.
“Pak Ganjar sedang mencari pembicara dari UNPAD yang relevan dan bisa memperkaya diskusi,” tambah Isbedy.
Selain diskusi, acara akan diisi pembacaan puisi oleh Isbedy sendiri, serta sejumlah penyair dan akademisi yang hadir.
Puisi-Puisi Penantian, Religi, dan Cinta
Menungguku Tiba memuat puisi-puisi Isbedy yang ditulis dalam rentang waktu 2022–2025. Tema yang diangkat cukup luas—dari penantian, kerinduan, spiritualitas, cinta, hingga renungan usia.
Buku ini menjadi rilis ketiga Isbedy di tahun 2025, setelah Satu Ciuman, Dua Pelukan dan Elegi Galian Tambang (puisi esai). Ketiga buku tersebut memperlihatkan kepiawaian Isbedy dalam merentangkan diksi dan gagasan, dari yang personal hingga sosial.
“Kami tak hanya membicarakan puisi sebagai karya, tapi juga sebagai cermin zaman,” ucap Isbedy.
Dengan kolaborasi sastra lintas kampus, Menungguku Tiba tak sekadar menjadi karya cetak, tapi juga pengantar dialog lintas generasi dalam dunia kepenyairan Indonesia.
Dari Lampung ke Bandung, Isbedy kembali menghidupkan panggung puisi. Bedah buku di UNPAD menjadi simbol betapa sastra masih punya ruang terhormat di ranah akademik dan kebudayaan nasional.***