InsidePolitik–Kuasa Hukum PT Lampung Energi Berjaya (LEB), Sopian Sitepu menantang Kejati Lampung memeriksa Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM). Menurutnya, pemeriksaan ke KESDM ini penting agar penyidik mengetahui tentang dana PI 10 persen.
Sebelumnya Kejati Lampung telah menyita uang sebesar Rp 84 miliar dari dugaan tindak korupsi di PT LEB.
Sopian Sitepu juga minta Kejati Lampung agar cermat menangani masalah PT LEB terlebih jika tidak ditemukan unsur pidana untuk dugaan kasus korupsi.
Maka dirinya meminta Kejati Lampung juga memeriksa Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Kami dari kuasa hukum PT LEB mengharapkan Kejati Lampung juga memeriksa Kementerian ESDM supaya tahu ini uang apa yang disita tersebut,” kata Sopian Sitepu.
Kejati Lampung juga diminta untuk memeriksa Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
“Periksa dong ini uang apa dan bagaimana pengelolaanya,” ujar Sopian.
Ia mengatakan, program Partisipasi Interest (PI) adalah berdasarkan Permen 37 tahun 2016 dan itulah dasar hukum tentang PI tersebut.
Pada pasal 12 dan 13 telah ditentukan bahwa pengelolaan keuangan ini berbentuk perdata atau bisnis to bisnis (B to B).
“Artinya kita lihat sekarang dilakukan penyidikan oleh Pidsus Kejati Lampung, pasal apa yang dikenakan pengurusnya PT LEB,” kata Sopian.
Dikatakannya, seharusnya diberitahukan kepada pengurus PT LEB melanggar pasal dan aturan tersebut.
“Kejati Lampung tidak bisa langsung menetapkan pasal 2 dan pasal 3 karena itu UU Tipikor,” ucapnya.
Tetapi apa yang mendasari dan kemudian sudah banyak dilakukan upaya penyitaan, ataupun upaya paksa penggeledahan tersebut.
Hal tersebut tanpa ada tersangka dan tanpa ada dasar hukumnya.
Lantas langkah pemblokiran juga berdampak PT LEB tidak dapat beroperasi.
PT LEB membayar pajak tidak bisa dan menggerakkan perusahaan juga tidak bisa, sehingga 2025 PI ini Lampung tidak dapat PI oleh pemerintah pusat.
“Kalau dulu dapat Rp 271 miliar yang mana uang tersebut sudah disetorkan kepada pemegang saham BUMD yakni PT LJU dan BUMD PT LEB sebesar Rp 230 miliar dan sisanya uang operasional,” kata Sopian.
Sehingga dikatakan korupsi Rp 271 miliar itu tidak benar, karena uang itu hanya tinggal uang operasional saja.
“Apalagi dikatakan adanya penghapusan Rp 230 miliar itu ada dan uang itu masih di situ,” imbuhnya.
Pegawai dengan gaji lebih besar dari ASN dan itu benar telah diupayakan.
Pihaknya menilai bahwa penyidikan ini ada indikasi menyalahi wewenang dan tindakan tersebut prematur, tidak berdasarkan hukum.
“Kualifikasi pengamanan uang, apakah uang korupsi, apa uang orang yang digunakan usaha. Landasan filosofis dibentuk permen ESDM 37 tahun 2016 untuk mengembangkan usaha yakni B to b,” kata Sopian.
Kalau salah diuji berdasarkan RUPS, karena penggunaan uang itu berdasarkan RUPS ditentukan oleh permen 37 tahun 2016.
“Diharapkan Kejati Lampung diperhatikan dampak dari tindakan ini, jangan karena mengejar 100 hari ada dampak yang merugikan ke depannya. Lampung tidak dapat lagi anggaran 2025 dari kementerian,” paparnya.
“Sehingga orang yang mau mengelola bingung yang daerah lain tidak sampai ke penyidikan, tapi di Lampung sampai dengan penyidikan,” terusnya.
Seolah-olah ini sudah kemenangan, diharapkan jangan pergunakan kekuasaan dalam penegakan hukum tapi mari pakai dasar hukum asas legalitas.
Karena kalau sudah dari penyelidikan dan penyidikan sudah ada perbuatan pidana dan dilanggar, serta ada pasalnya.
Sementara tidak tahu dan sudah naik penyidikan terkait pasal 1 ayat 5 KUHP.
“Kami minta supaya dihentikan upaya paksa kepada penyidik dari Aspidsus apabila tidak ditemukan unsur pidananya,” kata Sopian.
Karena aturan PI adalah permen 37 tahun 2016, yang mana diatur dalam anggaran dasar perusahaan dan RUPS.
Sebelumnya, Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (Adpmet) melalui Sekjen Adpmet, DR.Ir Andang Bachtiar MSc menyatakan keprihatinannya atas upaya kriminalisasi terhadap BUMD pengelola dana PI 10 persen.
Dalam siaran pers yang ditandatangani Sekjen Adpmet, DR. Ir Andang Bachtiar M.Sc itu, khusus menyikapi maraknya tuduhan korupsi pada BUMD Migas pengelola Participating Interest 10% Blok Migas, membuat para penggiat BUMD Migas yang saat ini sedang berproses untuk mendapatkan PI maupun yang tengah mengusahakan pengembangan bisnis dari PI menjadi waswas, dibayang-bayangi dengan potensi adanya kasus hukum, dan ketakutan akan dikriminalisasi.
Hal ini menjadi isu hangat di kalangan BUMD Migas Anggota ADPMET dalam sesi pembahasan pada Rapat Koordinasi Nasional ADPMET 4-6 Desember 2024 lalu di Kuta-Bali.