InsidePolitik—Ketua Tim Hukum Nanang Ermanto-Antoni Imam, Hasanuddin menanggapi adanya tuntutan dari mantan stafsus Nanang Ermanto yang menyebut Nanang sudah dua kali menjabat sebagai Bupati Lamsel sehingga tak bisa lagi maju di Pilkada 2024.
Hasanuddin menganggap hal itu sah-sah saja, sebagai warga negara semua sama di mata hukum.
Menurutnya, laporan soal masa jabatan Nanang Ermanto saat menjabat Plt Bupati Lampung Selatan menggantikan Zainudin Hasan yang saat itu ditetapkan terdakwa sebagai hal yang sering dilakukan untuk maksud tujuan menjegal Nanang-Antoni di Pilkada Lampung Selatan.
“Ini kan bukan barang baru. Dari awal memang isu ini gencar diembuskan. Tapi kami optimis. Setelah melalui serangkaian kajian. Bahwa memang Pak Nanang Ermanto masih memenuhi syarat untuk maju kembali sebagai calon bupati dalam pilkada serentak Lampung Selatan 2024, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan hukum yang berlaku,” ujar Hasanuddin.
Ia menyebut pihaknya akan menaati mekanisme yang berlaku dan menghargai kinerja KPU dan Bawaslu setempat.
Lebih lanjut ia menjelaskan pihaknya mengacu pada PKPU yang baru.
“Di dalam PKPU nomor 8 Tahun 2024 pasal 19 huruf e hal itu membahas penghitungan masa jabatan seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah dilakukan sejak pelantikan,” katanya.
“Sedangkan masa jabatan pak Nanang saat menjadi ditunjuk sebagai pejabat sementara atau sekarang istilahnya Plt hanya 9 bulanan. Lalu, saat ditunjuk sebagai definitif Bupati Lampung Selatan pak Nanang hanya menjabat 26 bulan. Kurang 4 bulan. Kalau merujuk pada PKPU tersebut. Yang definitifnya harus 30 bulan atau 2,5 tahun,” sambungnya.
Terkait dengan dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak tersebut, ia pun tak menampik, bahwa dalil-dalil yang dikemukakan itu adalah dalil yang pernah dikemukakan sebelumnya.
Ia juga menyebut, belum ada sesuatu yang baru dari pihak yang kontra tersebut yang dapat mematahkan bahwa paslon NaTo dapat digantikan dengan kotak kosong.
“Saya fikir tidak ada yang baru ya. Apa yang mereka kemukakan itu kan memang sudah pernah disampaikan sebelumnya. Hanya orangnya saja yang berbeda-beda berganti-ganti, kalo subtansinya sih sepertinya sama saja,” ucapnya.
Kendati demikian, pihaknya tidak menghindar saat diminta menanggapi satu persatu terkait dalil hukum atas permintaan pembatalan paslon incumben nomor urut 1 tersebut.
Ia menjelaskan, kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 2/PUU-XXI/2023 yang menyebutkan tidak membedakan antara jabatan definitif maupun penjabat sementara.
“Kan sudah tegas hakim MK menyebutkan tidak membedakan penjabat sementara dengan pejabat definitif. Sekali lagi saya tegaskan pejabat sementara, nggak ada itu sebut Plt atau Plh. Jadi tolong jangan diterjemahkan atas maunya sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menanggapi kaitannya pada poin yang menyebutkan masa jabatan Nanang, dalil tersebut sangat tidak beralasan.
“Itu SK Gubernur. Meski SK tersebut berdasarkan surat Mendagri soal penugasan wakil bupati. Hal itu sebenarnya, lebih dari sebagai pengingat dan penegasan dari atasan tentang Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak wakil kepala daerah dalam situasi seperti itu,” ucapnya.
Ia menjelaskan, sejatinya SK Gubernur tersebut kaitannya dengan dalil yang dikemukakan oleh pihak kontra yang menyebutkan dalam UU Pemda pada pasal 65 Ayat (3) menyatakan Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya.
Kemudian pada Pasal 66 Ayat (1) huruf c menyatakan Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
“Dengan kerendahan hati, perlu saya luruskan bahwa pasal 65 dan 66 yang didalilkan itu termasuk dalam paragraf 3 UU Pemda yang mengatur soal Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bukan mengatur soal pemberhentian kepala daerah, itu nanti pembahasannya lebih lanjut,” ujarnya.
“Mengapa penetapan pak Nanang sebagai Plt bupati malah 7 Desember 2018, bukannya 2 Agustus 2018 sesuai dengan yang didalilkan oleh pihak kontra? Dijelaskan Hasanuddin, hal itu sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Pemda pada paragraf 5 tentang Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, khususnya pada pasal 83 ayat (1), (2), (3) dan pasal 86 ayat (1) dan (5),”
“Pasal 83 (1) menyebutkan, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” sambungnya.
Kemudian, sambung Hasanuddin, di pasal 83 (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
“Sekali lagi saya tegaskan, sesuai dengan pasal 83 (1), kepala daerah diberhentikan sementara kalau sudah jadi terdakwa. Kapan jadi terdakwanya? Pada ayat (2) disebutkan jika sudah terdaftar pada register perkara di pengadilan untuk disidangkan”.
“Lalu pasal 83 (3) menyebutkan, Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota”.
Kemudian dikatakan Hasanuddin, sedangkan pada Pasal 86 mengatur mekanisme dan kewenangan pengisian jabatan sementara kepala daerah oleh wakil kepala daerah.
“Seperti pada pasal 86 (1) menyebutkan Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
“Seterusnya ayat (5) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Staf Khusus Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto, Firdaus mengajukan permohonan pembatalan penetapan KPU Lampung Selatan terhadap paslon Nanang Ermanto-Antoni Imam, Selasa (24/9/2024).