InsidePolitik–Petani singkong di Lampung saat ini mengalami dilema. Pabrik tapioka tutup, harga singkong anjlok dan terancam busuk.
Di Mesuji misalnya, para petani singkong disana, sedang dalam fase dilema lantaran sejumlah pabrik tapioka yang ada menyetop pembelian singkong dari petani lokal.
Di sisi lain, kondisi cuaca yang kerap turun hujan dengan curah yang cukup deras, membuat singkong akan cepat busuk jika tak segera dipanen.
Diketahui, sejumlah pabrik tapioka yang ada di Lampung mendadak menutup operasional dan pembelian singkong dari petani lokal.
Satu di antara alasannya yakni lantaran para pengusaha tidak sanggup membeli singkong berdasarkan ketetapan Pemprov Lampung yang telah disepakati yakni Rp 1.400 per kilogram.
Seorang petani singkong di Mesuji, Lampung, Wayan mengaku, jika tahun ini menjadi momen terburuk bagi petani singkong.
Sebab, kata dia, selain harga singkong yang terjun bebas, persoalan lainnya adalah cuaca buruk yang berdampak pada gagal panen.
“Petani singkong tidak baik-baik saja, kita sebagai petani singkong harus sabar. Sabar menunggu harga stabil dan cuaca tidak menentu,” kata Wayan.
Menurutnya, akibat hujan deras membuat singkongnya alami kebusukan.
Jikapun hendak dipanen, ia mengaku kebingungan hendak dijual ke mana.
Pasalnya, semua pabrik tapioka dan lapak di Mesuji, Lampung tutup tidak menerima hasil singkong.
Kini, para petani singkong butuh bantuan dari pemerintah agar hasil panen mereka bisa terjual sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Petani singkong lainnya, di Kecamatan Mesuji Timur, Mesuji bernama Komang, mengaku heran atas tindakan yang dilakukan sejumlah perusahaan tapioka di Lampung yang menutup pabriknya.
“Terkait harga singkong, kami sebagai petani ini sekarang menjadi serba salah. Menuntut harga tinggi ke perusahaan, tapi perusahaan malah main aman dengan tindakan tutup pabrik,” kata Komang.
Komang pun menilai, atas respon tersebut, membuat petani singkong saat ini kebingungan bagaimana harus menjual hasil panennya.
Apalagi, kata dia, saat ini banyak lahan singkongnya yang sudah memasuki masa panen.
Akibat penutupan pabrik tapioka tersebut, membuat para petani singkong harus menunda panen.
“Kami sebagai petani juga bingung bagaimana sekarang nasib petani singkong, kita lagi mau panen mau jual ke mana lagi singkong-singkong ini,” ungkapnya.
Atas kekisruhan yang terjadi, Komang pun menuntut kepada pemerintah, baik itu Pemprov Lampung maupun Pemkab Mesuji melakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Petani singkong lainnya bernama Anom, mengaku kebingungan atas penutupan pabrik dan lapak singkong di Mesuji, Lampung.
Anom menyebut, tanaman singkongnya saat ini berusia 8 bulan dan artinya sudah siap untuk panen.
“Pabriknya ditutup mau dijual ke mana lagi ini, padahal singkong udah umur 8 bulan,” ucapnya.
Ia juga mengaku jika saat ini sedang membutuhkan uang untuk keperluan hidup keluarganya.
“Lagi butuh duit, mau cari utangan juga saat ini sulit,” imbuhnya.
“Gimana ini pabrik tidak mau ikut aturan pemerintah kok malah main aman tutup pabrik,” sambungnya.
Terpisah, kasir Pabrik Tapioka BW Tulangbawang, Kiki mengatakan, jika saat ini pabrik sedang tutup.
“Pabrik tutup, belum bisa terima hasil singkong,” kata dia.
Kiki menuturkan, penutupan pabrik tapioka itu dimulai sejak menerima surat dari managemen soal penutupan pabrik yang dimulai pada 24 Januari 2025 hingga sekarang.
Pansus tata niaga singkong DPRD Lampung pun mendesak agar pemerintah pusat turun tangan atas polemik harga singkong yang terjadi di Lampung.