INSIDE POLITIK — Sebuah video yang menampilkan aksi seorang wanita memunguti makanan ringan dan minuman tersegel usai konser BoyNextDoor di Istora Senayan viral di media sosial. Aksi tersebut memicu perdebatan di kalangan netizen—antara dianggap cerdas karena menghindari pemborosan, atau dinilai kurang etis.
Wanita dalam video itu adalah Puji Wulandari, yang membagikan momen tak biasa itu melalui akun Instagram-nya, @pujiwulandari, pada 12 April 2025. Saat penonton lain memilih berfoto-foto atau bergegas pulang usai konser, Puji justru sibuk memunguti chiki dan botol minum tersegel yang tertinggal di antara kursi penonton.
“Sayang banget kalau dibuang. Masih bersih, masih tersegel, kenapa nggak diambil aja?” tulis Puji dalam keterangan unggahannya, yang hingga kini telah ditonton lebih dari 600 ribu kali.
Tuai Respons Beragam
Tindakan Puji ini langsung menuai pro dan kontra dari warganet. Ada yang menyebut aksinya sebagai langkah bijak dan peduli lingkungan, sementara sebagian lainnya menyayangkan karena dianggap mengambil barang yang bukan miliknya.
“Kak keren, makasih ya udah pungut-pungut. Daripada mubazir,” tulis akun @rik***.
Namun, ada juga yang menilai bahwa aksi Puji bisa merugikan pihak lain.
“Itu mungkin sengaja ditinggal untuk tukang bersih-bersih. Mbaknya kan bisa beli sendiri,” ujar @sya***.
Ada pula yang menanggapinya dengan nada bercanda, “Gak boleh gitu loh mbak… kenapa nggak ngajak-ngajak,” tulis @sit***.
Bijak atau Berlebihan?
Fenomena ini mengangkat perbincangan menarik tentang budaya konsumsi di acara besar seperti konser. Tak sedikit orang yang meninggalkan makanan dan minuman tanpa menyadari nilai dari apa yang mereka buang. Namun, apakah langkah mengambil barang yang ditinggalkan tanpa izin bisa dibenarkan?
Pakar etika sosial menyarankan agar masyarakat tetap mengedepankan norma kepemilikan barang meski dalam konteks pemborosan. Meski niatnya menghindari mubazir, tindakan seperti ini tetap perlu mempertimbangkan etika dan konteks sosial.
Aksi Sederhana yang Menyulut Diskusi
Apa yang dilakukan Puji Wulandari mungkin tampak sepele, tapi nyatanya mampu mengangkat diskusi penting soal kesadaran konsumsi, etika publik, dan budaya membuang makanan. Di balik chiki dan botol minum, tersimpan refleksi soal bagaimana kita menyikapi barang “sisa” di ruang publik.(SIF)