InsidePolitik—Bawaslu Lampung menyebut ada enam jenis potensi pelanggaran kampanye yang kerap terjadi dalam masa kampanye pemilu dan Pilkada.
Diketahui masa kampanye Pilkada 2024 akan berlangsung pada 25 September hingga 23 November 2024.
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Lampung, Gistiawan mengatakan, terdapat enam jenis pelanggaran yang sering terjadi dalam masa kampanye.
“Pelanggaran kampanye ini mulai dari pelanggaran administratif hingga politik uang,” kata Gistiawan.
Dia mengatakan, secara berurut pelanggaran yang kerap jadi temuan Bawaslu pada masa kampanye.
“Yang pertama itu pemasangan alat peraga kampanye (APK) di lokasi yang dilarang atau menggunakan materi yang tidak sesuai ketentuan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pasangan Calon dan atau tim kampanye dilarang memasang APK pada tempat umum di antaranya tempat ibadah; rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan; gedung milik pemerintah; tempat pendidikan; fasilitas tertentu milik pemerintah; dan fasilitas lainnya yang dapat mengganggu ketertiban umum.
“Tempat umum yang dimaksud termasuk halaman, pagar, tembok,” jelasnya.
“Pemasangan APK seperti reklame, spanduk, umbul-umbul juga dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat,” sambungnya.
Kedua, kampanye di luar jadwal. “Pelanggaran yang paling sering terjadi berikutnya adalah kampanye di luar jadwal, sebelum atau setelah masa yang ditentukan,” ujar Gistiawan.
Pasangan calon dan tim pendukung dilarang melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Ketiga, mengadakan kampanye di tempat terlarang.“Tempat terlarang dimaksud seperti tempat ibadah, pendidikan, atau menggunakan fasilitas pemerintah,” kata dia.
Namun, tambah Gistiawan, larangan kampanye menggunakan tempat pendidikan dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye.
“Kampanye di perguruan tinggi ini dilaksanakan dengan tidak mengganggu fungsi dan peruntukannya, serta tidak melibatkan anak,” ujar dia.
Keempat, politik uang. Gistiawan mengingatkan kepada calon, tim kampanye, agar tidak memberikan uang atau barang untuk mempengaruhi pemilih dan penyelenggara pemilihan.
“Namun, partai politik, pasangan calon, tim kampanye diberikan ruang membuat dan mencetak bahan kampanye yang nilainya tidak lebih dari Rp100.000 untuk disebarkan kepada pemilih,” kata dia.
Bahan-bahan kampanye tersebut berbentuk pakaian, penutup kepala, alat makan/minum, kalender, kartu nama, pin, alat tulis, payung, stiker paling besar ukuran 10 cm x 5 cm, dan/atau atribut kampanye lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan harga wajar.
Kelima, penyebaran hoaks atau berita palsu.“Selama kampanye dilarang menyebarkan informasi palsu atau kampanye hitam di media sosial yang bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), dan ujaran kebencian,” ujar Gistiawan.
Keenam, keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam kampanye. ASN bersama Pejabat BUMN/BUMD, TNI/Polri, kepala desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan dilarang terlibat dalam kampanye.
“Mereka dilarang membuat keputusan, tindakan, yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” kata Gistiawan.