InsidePolitik–Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia meraih gelar doktor dari UI kurang dari dua tahun, Bahlil jadi menteri ‘paling cerdas’ di kabinet Prabowo.
Bahlil diketahui menyelesaikan studi doktoral hanya dalam waktu 1 tahun 8 bulan.
Ketua Umum Partai Golkar itu baru saja mendapatkan gelar doktor usai menjalani sidang terbuka promosi doktor yang digelar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI), Rabu (16/10/2024).
Namun, gelar doktor yang didapat Bahlil dalam waktu singkat justru berhasil memanen kritik. Pasalnya, Bahlil baru masuk UI pada 13 Februari 2023 di Program Studi Kajian Stratejik dan Global. Data ini mengacu pada situs Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek.
Artinya, Bahlil hanya butuh waktu kurang dari dua tahun untuk merampungkan disertasinya yang bertajuk, “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.
Capaian yang dipandang para akademisi sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.
Bayangkan saja, Bahlil seorang pejabat publik. Ia merupakan menteri sektor strategis. Bahlil juga seorang ketua umum partai.
Sikap skeptis yang muncul di publik kemudian mencuat.
Guru Besar Universitas Padjadjaran sekaligus Ketua Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) periode 2021-2023, Arief Anshory Yusuf, menilai waktu yang ditempuh oleh Bahlil kurang dari dua tahun dalam meraih gelar doktor, sulit diterima akal sehat.
Apalagi, kata Arief, Bahlil merupakan seorang menteri yang bekerja penuh waktu di bidang yang penting.
“Sementara saya yakin S3-nya juga enroll penuh waktu. Enggak mungkin [bisa kurang dari dua tahun],” kata Arief.
Arief menjelaskan, prinsip pendidikan doktoral adalah mengedepankan proses pengembangan kapasitas. Doktoral biasanya menyasar pengembangan kemampuan individu, terutama untuk berkarier di masa depan sebagai seorang akademisi.
Seorang mahasiswa doktoral idealnya perlu mengerjakan hal-hal teknis untuk menyelesaikan risetnya. Dengan begitu, Arief tak kaget jika Bahlil mungkin saja dibantu tim atau pihak lain untuk menyelesaikan disertasinya.
Namun ia mengingatkan, gelar doktor bukan kerja tim dan tidak bisa dibagi-bagi untuk individu lain.
Bangsa dan negara akan rusak jika kampus dan akademisi bermesra-mesraan dengan penguasa untuk membebek buta. Arief menginginkan, tugas intelektual adalah mencari kebenaran berdasarkan ilmu pengetahuan. Untuk mencapainya, independensi dari kekuasaan dan ketamakan ekonomi menjadi syarat terdepan.
“Karena kaum intelektual adalah benteng terakhir dari kebenaran,” tegas Arief.
Keraguan akan proses gelar doktor yang diraih Bahlil juga datang dari sivitas akademika UI sendiri.
Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menyatakan proses singkat gelar doktor Bahlil amat membuat sivitas akademika dan guru-guru besar di kampus kuning amat terpukul.
Ia menilai, kehormatan UI amat dirusak dengan adanya polemik pemberian gelar doktor kepada Bahlil. Sulis, sapaan akrabnya, menilai bahwa menyelesaikan S3 atau studi doktoral dengan waktu kurang dari dua tahun amat sangat mengherankan.
Menurut pengalaman Sulis, mahasiswa S3 rata-rata butuh waktu sekitar 3,5 hingga 5 tahun untuk menyelesaikan studi. Apalagi, kata Sulis, bidang ilmu sosial amat sulit ditempuh dalam waktu yang super singkat.
Adapun masa studi mahasiswa program doktor maksimum 12 (dua belas) semester. Acuan ini termaktub dalam Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Program Doktor.
“Nah, sumber masalahnya adanya pembukaan prodi S3 jalur riset dimana mahasiswa bisa selesai minimal di semester 4. Tapi secara logika, enggak mungkin orang selesai di semester 4 dan ini Bahlil bahkan semester 4 belum beres, artinya kan [baru] 3 semester,” jelas Sulis.
Ia menilai, sejak awal seharusnya program studi menyeleksi ketat siapa yang mendaftar untuk studi. Hal ini bukan bermaksud membatasi hak pendidikan orang lain, namun untuk menjaga kredibilitas dan kompetensi proses studi.
Jika yang mendaftar seorang pejabat publik aktif, tentu program studi perlu meragukan komitmen waktu dan keseriusan sosok tersebut dalam menempuh studi. Di sisi lain, Sulis menilai jika terus dibiarkan seperti ini maka marwah kampus tergadaikan dan berpotensi akan diragukan publik.
Disertasi Hasil Plagiasi
Gelar doktor yang diraih Bahlil dari SKSG UI ini, mengundang reaksi dari warganet di medsos X. Muncul kecurigaan perjokian dan penjiplakan (plagiasi).
Akun X @IbrahimNiar misalnya, mengecek plagiasi disertasi Bahlil menggunakan aplikasi Turnitin, perangkat lunak yang biasa digunakan untuk mendeteksi plagiarisme dalam karya tulis.
Hasilnya, semakin menguatkan dugaan disertasi Bahlil berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”, menjiplak karya orang lain.
Ditunjukkan dengan similirity index mencapai 95 persen dengan karya yang ditulis mahasiwa asal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Mungkin teman-teman yang dari kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bisa bantu ngecek di perpustakaan. Adakah judul penelitian yang mirip-mirip?? Btw ini turnitin udah filter exclude quote + biblio turn on ya,” tulis X @IbrahimNiar.
Sementara itu, ada netizen yang menelusuri dan menemukan karya mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diduga dijiplak disertasi Bahlil.
Karya mahasiswa itu berjudul ‘Pengelolaan Nikel oleh Perusahaan Pertambangan di Indonesia.’ Karya itu dibuat mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Ini pak https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/62694
Aku nebak ini karena
1. Kampus yang dirujuk turnitin sama
2. Pembahasannya sama,” tulis akun @sigitbagasp.
Sebelumnya, saat promosi doktoral di Makara Art Center, Kampus UI, Rabu (16/10/2024), Bahlil menyatakan demi mendapat gelar doktor, ia rela tidak ikut pembekalan calon menteri kabinet Prabowo-Gibran yang digelar di Hambalang.
“Kami diizinkan oleh Presiden Terpilih [Prabowo]. [Katanya] ‘Kamu cepat untuk ujian terbuka.’ Mungkin Pak Presiden pikir nanti kalau tamatan S1, enggak ada di Google sehingga mengizinkan untuk segera ujian agar kampusnya di Google,” kelakar Bahlil.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, menilai promosi gelar doktor untuk Bahlil sudah sesuai dengan prosedur kampus. Bahlil, kata Lusia, tercatat sebagai mahasiswa doktor pada SKSG UI mulai pada tahun akademik 2022/2023 term 2 hingga 2024/2025 term 1.
Masa studi ini disebut Lusia, sesuai dengan Peraturan Rektor UI Nomor 016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Doktor di UI pada pasal 14 yang menyebut: Program Doktor dirancang untuk 6 (enam) semester, dan dapat ditempuh sekurang-kurangnya dalam 4 (empat) semester dan selama-lamanya 10 (sepuluh) semester.
“Dengan gelar doktor ini, Bahlil Lahadalia memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang tidak hanya berorientasi pada pengembangan kebijakan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang tata kelola sumber daya yang berkelanjutan,” kata Lusia.