InsidePolitik–Kotak kosong ternyata mampu bersaing dan bahkan menang di Pilkada Serentak 2024.
Hal ini menunjukkan adanya ketidakpuasan dan kekecewaan sekaligus protes masyarakat terhadap demokrasi yang dimonopoli oleh elit parpol yang rakus akan kekuasaan.
Di Lampung, ada dua daerah yang harus berlaga dengan kotak kosong, yakni; Pilkada Tubaba dan Lampung Barat.
Di Pilkada Tulangbawang Barat misalnya, berdasarkan hasil hitung cepat, dengan tingkat partisipasi pemilih 71,86 persen, kotak kosong mampu memperoleh 37.67 persen suara.
Sedangkan, pasangan Novriwan Jaya – Nadirsyah (Nona) yang unggul di Pilkada Tubaba hanya memperoleh suara 62.33 persen.
Sementara di Lampung Barat, kotak kosong kalah dengan pasangan petahana Parosil-Mad Hasnurin.
Tapi, di Pilkada Pangkalpinang dan Pilkada Bangka, kotak kosong unggul telak.
Di Pilkada Kota Pangkalpinang pasangan calon tunggal Maulan Akil-Masagus M Hakim yang diusung oleh 9 partai politik yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, PKS, dan Perindo.
Berdasarkan real count KPU, kotak kosong menorehkan 57,98 persen suara. Sementara itu calon tunggal meraup 42,02 persen dari total suara.
Selanjutnya, di Pilkada Kabupaten Bangka juga diikuti calon tunggal sekaligus petahana H. Mulkan-Ramadian.
Berdasarkan real count KPU, kotak kosong mendapatkan suara sebanyak 57,25 persen, dan 42,75 persen suara ditorehkan calon tunggal.
Kemenangan kotak kosong pada Pilkada 2024 yang bercalon tunggal dinilai bukan sebuah yang tak masuk akal atau absurd Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, kotak kosong mendapat suara tinggi di sejumlah daerah karena publik cenderung tak puas dengan kehadiran calon tunggal yang diusung partai politik.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil Fadli menegaskan, konsep calon tunggal sudah hadir dalam sistem pilkada di Tanah Air sejak 2015. Saat itu, fenomena calon tunggal disebabkan karena faktor alamiah, bukan karena dikondisikan untuk memenangkan pasangan calon tunggal.
Bahkan, sambung Fadli, pada 2018 di Pilkada Makassar, kotak kosong berhasil meraih suara terbanyak lawan pasangan calon tunggal. Itu mengakibatkan diselenggarakannya lagi pilkada di kota tersebut. Bagi Fadli, pada Pilkada 2018, 2019, 2020, dan 2024, kemunculan calon tunggal dinilai sebagai strategi pemenangan politik yang transaksional.
“Dilalahnya memang ternyata tidak semua daerah pemilihnya bisa ditaklukkan dengan menghadirkan calon tunggal. Dan ini bukan hanya terjadi di 2024 saja. Saya confirm mengatakan bahwa memang itu ekspresi ketidakpuasan publik terhadap hadirnya calon tunggal,” kata Fadli kepada Media Indonesia, Selasa, 3 Desember 2024.
Lebih lanjut, Fadli membuka kemungkinan bahwa kemenangan kotak kosong lawan kotak kosong dalam sejumlah pilkada justru disebabkan karena adanya konsolidasi politik lokal untuk mengampanyekan pemilih mencoblos kotak kosong. Itu, sambungnya, disebabkan karena sejumlah partai juga merasa terhalang untuk mencalonkan kadernya sebagai kepala daerah.
Sebelumnya, Irawan mengatakan bahwa kemenangan kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024 sebagai anomali dan tak masuk akal. Baginya, kemenangan kotak kosong merupakan dinamika sosial politik yang perlu dicermati.
Pada Pilkada 2024 sendiri, terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon tunggal. Pemilih di puluhan daerah tersebut disodorkan memilih calon tunggal atau sebuah kotak kosong. Dari 41 daerah, kemenangan kotak kosong pada pilkada edisi kali ini di antaranya terjadi di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka.