InsidePolitik–Juru Bicara KPK, Tess Mahardhika mengakui kasus aplikasi pajak Coretax senilai Rp1,3 T saat ini menjadi salah satu perhatian KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka pintu bagi laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses tender aplikasi layanan pajak Coretax senilai Rp1,3 triliun.
Ketika dilaunching 1 Januari 2025, aplikasi layanan pajak berbasis digital ini, sempat ngadat selama sepekan. Padahal, vendor yang menggarap proyek ini punya nama. Tapi kualitasnya dinilai abal-abal.
“Itu akan menjadi salah satu perhatian, kalau memang ada dugaan korupsi di situ. Ya, kita mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui untuk bisa melaporkan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika.
Menurut Tessa, pemberantasan korupsi, termasuk dalam sektor pajak, merupakan perhatian serius pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
“Karena tentunya, korupsi ini menjadi salah satu perhatian penting, ya, bagi presiden kita, Bapak Prabowo. Dan menyangkut di hampir semua lini, itu yang menjadi concern beliau,” ucapnya.
Tessa menjelaskan, KPK membutuhkan laporan dari masyarakat terkait kasus pengembangan aplikasi Coretax, yang menelan biaya hingga Rp1,3 triliun, mengingat keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki KPK untuk mengusut kasus tersebut secara mendalam.
“KPK juga terbatas sumber dayanya, sehingga kita sangat menghargai bila ada rekan-rekan yang memiliki pengetahuan bahwa ini merupakan keuangan negara dan perlu diperhatikan pelaksanaannya oleh KPK,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah tak main-main dalam menginvestasikan dana sebesar Rp1,3 triliun untuk pembangunan aplikasi Coretax.
Namun, hasilnya dianggap mengecewakan. Aplikasi yang diharapkan menjadi terobosan dalam sistem administrasi pajak ini, justru bermasalah. Sehingga menuai kritik tajam dari para wajib pajak, dinilai belum siap digunakan.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai peluncuran aplikasi yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tersebut, terkesan terburu-buru dan tanpa pengujian yang memadai.
“Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh konsultan, baik quality assessment maupun programmer-nya. Yang penting dikumpulkan terlebih dahulu. Ini yang akhirnya merugikan negara karena aplikasi belum siap digunakan hingga saat ini,” kata Huda.
Huda menegaskan, masalah ini telah menjadi persoalan yang sangat fatal, mulai dari perencanaan hingga peluncuran. Ia menyarankan agar DJP tidak hanya sekadar meminta maaf, tetapi juga mengambil tanggung jawab penuh atas kelalaian ini.