INSIDE POLITIK- Guremisasi petani di Indonesia kian menjadi persoalan serius. Hari ini, petani gurem—petani dengan lahan sangat kecil—telah mencapai sekitar 60 persen dari total petani nasional. Kondisi ini membuat banyak petani kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan mempertahankan produktivitas lahan, sehingga berpotensi mengancam ketahanan pangan negara. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Universitas Lampung (UNILA), Prof. Bustanul Arifin, dalam diskusi bertajuk “Bagaimana Kondisi, Pencapaian, dan Tantangan Sosial-Ekonomi Indonesia setelah 80 Tahun Merdeka” pada Senin, 18 Agustus 2025.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gerbang Tani, Idham Arsyad, menekankan bahwa kondisi ini merupakan alarm serius bagi masa depan pangan nasional. Menurutnya, angka statistik ini mencerminkan realitas hidup yang dihadapi petani gurem, yang tidak bisa diabaikan. Ia menilai pemerintah harus segera merespons masalah ini dengan kebijakan yang nyata dan berkelanjutan, agar persoalan guremisasi tidak menjadi kado pahit di momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Guremisasi berarti petani semakin sempit menguasai lahan. Tanpa lahan yang memadai, mustahil petani dapat hidup layak, apalagi menopang kedaulatan pangan bangsa. Pemerintah harus melihat persoalan ini dari perspektif struktural, bukan sekadar bantuan sementara,” tegas Idham.
Idham menekankan bahwa solusi paling mendasar adalah percepatan Reforma Agraria, yang menitikberatkan pada redistribusi lahan untuk petani gurem. Namun, ia juga menekankan bahwa redistribusi lahan saja tidak cukup. Pemerintah wajib memastikan bahwa program pasca redistribusi berjalan komprehensif, termasuk dukungan bibit unggul, pupuk, teknologi pertanian, pendidikan, akses pembiayaan, dan pasar untuk hasil panen. Tanpa pendampingan menyeluruh, redistribusi hanya akan menciptakan kemiskinan baru di kalangan petani.
Lebih lanjut, Idham menyoroti peran penting komitmen Presiden Prabowo dalam mempercepat agenda Reforma Agraria. Menurutnya, keberhasilan program ini sangat bergantung pada dukungan dan perhatian dari pucuk pimpinan negara. “Komitmen yang kuat dari Presiden akan menentukan percepatan terwujudnya kedaulatan pangan. Reforma Agraria bukan sekadar program pertanian, tapi juga strategi untuk mengurangi kemiskinan ekstrem di pedesaan,” ujarnya.
Gerbang Tani menegaskan bahwa tanpa langkah berani dan menyeluruh dari pemerintah, masalah guremisasi akan terus menghantui petani dan masyarakat desa. Reforma Agraria, beserta dukungan menyeluruh pasca redistribusi, dianggap sebagai jalan keluar yang mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memastikan ketahanan pangan nasional tetap terjaga. Organisasi ini menyerukan agar pemerintah tidak menunda lagi implementasi kebijakan strategis ini demi masa depan pertanian dan kemakmuran masyarakat desa.***