InsidePolitik–Partisipasi pemilih Pilwakot Bandar Lampung anjlok karena paslon yang minim.
Di sisi lain, pemilih ‘dipaksa’ memilih calon yang tidak ideal memimpin Bandar Lampung termasuk petahana.
Di Bandar Lampung, data sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandar Lampung partisipasi pemilih Gubernur hanya 52,10 persen, kemudian partisipasi pemilihan Wali Kota hanya 52,03 persen.
“Salah satu sebabnya, pemilih di Lampung masih berorientasi pada rasional pragmatis, seperti muncul pertanyaan apa untungnya saya ke TPS”.
“Lalu ketidakpercayaan pemilih terhadap Pilkada, masyarakat menganggap tidak ada perubahan pasca Pilkada meraka berpikir siapapun pemimpinnya tidak membawa perubahan,” ujar pengamat politik universitas Lampung (Unila), Sigit Krisbintoro.
Selain itu, menurunnya partisipasi pemilih terjadi karena jadwal waktu pelaksanaan Pilpres dan Pileg dengan Pilkada terlalu berdekatan.
“Ini mengakibatkan kejenuhan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya, oleh karena itu KPU harus menpertimbangkan kembali waktu pelaksanaan pilkada,” kata dia.
“Selain itu minimnya jumlah paslon yang mengikuti kontestasi, sehingga pemilih tidak punya opsi atau alternatif pilihan yang lain,” tambahnya.
Selanjutnya, kata dia, minimnya sosialisasi dari KPUD dan partai politik pengusung untuk mengajak pemilih secara aktif menggunakan hak pilihnya.
“Hal ini menyebabkan yang terpilih sebagai kepala daerah bukan berdasarkan pilihan seluruh masyarakat, bisa jadi cakada yang menang hanya dipilih 30-40 persen jumlah masyarakat ini menjadi tugas kita semua,” pungkasnya.