INSIDE POLITIK – Kendala dana membuat sastrawan nasional asal Lampung, Isbedy Stiawan ZS, batal menghadiri undangan Festival Sastra Internasional Gunung Bintang (FSGB) 2025 yang berlangsung di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, mulai Selasa (28/10/2025) hingga Jumat (31/10/2025).
Isbedy, yang dikenal sebagai Paus Sastra oleh kritikus HB Jassin, mengaku sangat menyesal tidak bisa hadir di ajang bergengsi yang mempertemukan 100 sastrawan dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan beberapa negara lainnya. Festival ini mengangkat tema diplomasi budaya lintas negara dan dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Sri Indrasakti, Tanjungpinang.
“Saya sudah merencanakan hadir karena acara ini sangat prestisius bagi kehidupan bersastra di tingkat nasional dan internasional,” ujar Isbedy saat ditemui di Bandar Lampung, Selasa (28/10/2025). Bersamanya, sastrawan Lampung lain yang diundang adalah Fitri Angraini.
Isbedy menjelaskan bahwa ketidakhadirannya murni karena keterbatasan biaya. Ia sempat mencoba mengajukan permohonan audiensi kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, untuk membahas dukungan dana, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. “Saya sudah meminta rekan untuk membantu bertemu Gubernur, namun responsnya belum ada atau chat saya tidak dibaca,” ungkapnya.
Sastrawan produktif ini menambahkan bahwa selama ini hampir seluruh perjalanan menghadiri even sastra di dalam dan luar negeri didukung oleh kebaikan rekan dan kolega, bukan pemerintah. “Pemprov Lampung jarang memberi dukungan, kecuali pada era Gubernur Sjachroedin dan Ridho Ficardo. Kalau tidak ada dana, ya saya tidak berangkat. Namun karya tetap berjalan, demi membawa nama baik Lampung di kancah seni budaya nasional dan internasional,” tegasnya.
Karier Isbedy sebagai sastrawan telah berlangsung lebih dari 40 tahun, membawa nama Lampung ke berbagai even internasional. Ia pernah diundang ke Leiden, Belanda, pada 2015 selama sebulan, serta menjadi pembicara di Pertemuan Penyair Nusantara di Malaysia dan Brunei Darussalam.
Di FSGB 2025, Isbedy dijadwalkan membaca puisi, mengikuti seminar, dan meluncurkan buku puisi. Meski sudah tiga kali menghadiri festival ini, ia harus absen sejak tahun lalu karena alasan klasik yang sama, yakni kendala dana. Buku puisi terbarunya, Menungguku Tiba, baru-baru ini dibahas di Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 18 Agustus 2025.
Isbedy menilai bahwa kesulitan mengakses dukungan pemerintah kerap menjadi hambatan bagi pengembangan dunia sastra Lampung. Pengalaman saat menggelar Lomba Baca Puisi Esai tingkat SMA dan Mahasiswa pada Agustus 2025 juga menegaskan hal ini, karena surat audiensi yang diajukan panitia hingga acara selesai tak mendapat jawaban. “Berkesenian di Lampung jangan berharap banyak dari pemerintah. Berkarya sendiri, tetapi tetap membawa nama Lampung,” ujar Isbedy.
Sementara itu, festival di Tanjungpinang berlangsung meriah dengan peluncuran dua buku antologi puisi, Jazirah 24 dan Jazirah 25, yang menampilkan karya kolaboratif para peserta. Acara ini juga menghadirkan seminar bertema “Pengaruh Karya Penulis Kepri terhadap Perkembangan Sastra Serantau”, dengan pembicara Prof. Abdul Malik, Prof. Hasanudin WS, Dr. Mukjizah, Dr. Norhayatie Abd Rahman, dan Datuk Sri Taufik Ikram Jamil.
Penanggung jawab FSGB 2025, Dato’ Seri Rida K. Liamsi, menekankan bahwa festival bukan sekadar ajang sastra, tetapi momentum diplomasi budaya serumpun yang memperkuat jejaring sastra Melayu internasional. Selain itu, digelar pula pameran naskah dan buku karya penulis Kepri sejak abad ke-19 hingga era digital, memberikan ruang bagi publik menelusuri jejak panjang literasi Melayu di nusantara.
Kegiatan sastra lain yang juga tidak dihadiri Isbedy antara lain Pertemuan Sastra Serumpun di Jember dan Dialog Lima Sungai di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, yang sama-sama menghadirkan sastrawan dari berbagai daerah.***



















