InsidePolitik–Bawaslu Kota Bandar Lampung memetakan delapan belas potensi kerawanan pada hari pemungutan suara pilkada di Kota Bandar Lampung.
Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Kota Bandar Lampung Muhammad Muhyi mengatakan, sejumlah potensi kerawanan tersebut harus dapat diantisipasi baik oleh jajaran KPU maupun Bawaslu, demi menjaga pilkada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luberjurdil).
“Terdapat delapan belas potensi kerawanan yang mungkin muncul pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Bawaslu memaksimalkan potensi pencegahan itu berjalan, jadi segala potensi yang muncul kita harus tau solusinya itu seperti apa,” ujar Muhyi.
Selain itu menurutnya, yang paling penting dari Pilkada 2024 adalah peningkatan
partisipasi pemilih. Oleh karena itu, para petugas ad hoc baik dari jajaran Bawaslu
maupun KPU, harus mengajak masyarakat untuk hadir ke TPS.
“Saya menghimbau kepada jajaran PPK dan PPS agar sosialisasi terkait dengan peningkatan partisipasi pemilih. Karena percuma kalau partisipi menurun. Substansi pilkada itu adalah meningkatnya partisipasi pemilih begitu,” bebernya.
“Dengan meningkatnya partisipasi pemilih legitimasi publik semakin terpercaya ukuranya begitu. Pemimpin yang terpilih itu adalah seorang yang dipercaya oleh masyarakat,” tambahnya.
Berikut ini delapan belas potensi kerawanan di TPS pelaksanaan Pilkada serentak 2024:
1. Ketua KPPS tidak mengumumkan bahwa pelaksanaanpemungutan suara telah
selesai dan penghitungan suara dimulai.
2. Penghitungan suara tidak dilakukan secara berurutan sesuai ketentuan yang berlaku.
3. KPPS membuka seluruh kotak suara secara bersamaan saat proses Rapat
perhitungan Suara.
4. Ketua KPPS membuka kunci dan tutup kotak suara tanpa disaksikan seluruh pihak.
5. Ketidaksesuaian Jumlah surat suara di dalam kotak dengan jumlah Daftar hadir
pemilih tetap, Daftar hadir pemilih tambahan, dan Daftar hadir pemilih khusus.
6. KPPS tidak memasukkan surat suara yang tertukar pada kotak suara yang sesuai
ketika penghitungan suara belum dimulai.
7. KPPS kurang memahami ketentuan mengenai sah atau tidak sah surat suara.
8. KPPS salah mencatat perolehan suara akibat penghitungan.
9. KPPS tidak menulis hasil penghitungan suara sesuai format penulisan yang telah
diatur.
10. KPPS tidak mengetahui mekanisme pembetulan/koreksi kesalahan penulisan model
C-hasil salinan.
11. KPPS tidak memperkenankan masyarakat, saksi, pemantau, Pengawas, pewarna
mendokumentasikan formulir Model C-Hasil (plano).
12. Penggandaan model C-Hasil salinan dilakukan diluar TPS.
13. KPPS tidak membuat dan menandatangani BA pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara.
14. KPPS tidak memberikan salinan BA pemungutan dan penghitungan suara serta
sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi, PTPS, PPK melalui PPS yang hadir.
15. Keberatan yang diajukan oleh saksi dan PTPS tidak ditanggapi.
16. Penghitungan tidak dilaksanakan secara terbuka dan transparan.
17. Adanya potensi saksi yang hadir tidak bersedia menandatangani form C Hasil.
18. KPPS membatasi pelaksanaan pengawasan oleh pengawas pada saat proses penghitungan suara berlangsung.