INSIDE POLITIK — Masa pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian justru membawa berkah tersendiri bagi para pengrajin tempe. Sutrisno, salah satu pengrajin tempe yang sudah belasan tahun berproduksi di kawasan Jagabaya II, Way Halim, menyebut penjualan produknya justru melonjak tajam saat pandemi berlangsung.
“Terus terang, penjualan lebih ramai waktu Covid-19. Sekarang malah turun,” ungkapnya, Sabtu (28/6/2025).
Menurut Sutrisno, penurunan penjualan yang terjadi pascapandemi tidak sepenuhnya ia pahami. Padahal secara logika, saat pandemi justru banyak masyarakat kehilangan pekerjaan akibat PHK atau pemutusan kontrak kerja.
Namun, ia mencoba menganalisis. Salah satu kemungkinan penyebab meningkatnya penjualan tempe kala itu adalah karena banyak orang mulai membuka usaha makanan rumahan. Situasi lockdown dan kebijakan bekerja dari rumah membuka peluang bisnis kuliner berbasis online.
“Kayaknya karena lockdown, banyak yang mulai jualan makanan dari rumah. Jadi tempe saya juga ikut laku buat bahan masakan mereka,” jelasnya.
Kini, setelah pandemi berlalu dan pemerintahan berganti, Sutrisno mengeluhkan bahwa gairah pasar semakin menurun. Ia menilai situasi ekonomi di Bandar Lampung tampak melemah, berdampak pada daya beli masyarakat—termasuk terhadap produk pangan murah seperti tempe.
Meski begitu, ia tetap bertahan dan berharap dukungan dari pemerintah agar pelaku usaha kecil seperti dirinya dapat kembali bangkit di tengah tantangan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.***