InsidePolitik–Pasangan calon (paslon) Kabupaten Fakfak nomor urut 1 Untung Tamsil- Yohana Dina Hindom (Utayoh) mendesak KPU untuk membatalkan keputusan diskualifikasi.
Menurut Fahri Bachmid, kuasa hukum paslon Utayoh, keputusan KPU tersebut cacat prosedur dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami meminta kepada KPU maupun KPU Provinsi Papua Barat agar meninjau kembali keputusan KPU Kabupaten Fakfak dan wajib dibatalkan serta menetapkan kembali paslon Utayoh sebagai peserta Pilkada 2024,” ujar Fahri Bachmid.
Fahri mengatakan Paslon Utayoh telah memenuhi syarat calon dan syarat pencalonan sehingga sudah ditetapkan menjadi peserta Pilkada Fakfak.
Hal ini tertuang dalam keputusan KPU Kabupaten Fakfak Nomor 1720 Tahun 2024 Tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Fakfak Tahun 2024.
Hanya saja, keputusan tersebut dibatalkan lagi oleh KPU Fakfak sehingga Paslon Utayoh dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai peserta pilkada.
“Klien kami sangat dirugikan karena kehilangan statusnya sebagai paslon Pilkada Kabupaten Fakfak 2024 dan tidak dapat mengikuti tahapan-tahapan pilkada selanjutnya,” tandas Fahri.
Fahri menilai keputusan KPU cacat prosedur karena Bawaslu melimpahkan laporan kepada Bawaslu Kabupaten Fakfak tanpa terpenuhi syarat material.
“Bawaslu Kabupaten Fakfak menerbitkan rekomendasi pembatalan paslon tanpa memberikan kesempatan kepada pelapor untuk melengkapi syarat material. Dengan demikian terdapat cukup alasan serta argumentasi hukum yang memadai untuk membatalkan keputusan objek sengketa,” jelas Fahri.
Selain itu, kata Fahri, objek sengketa yang diterbitkan oleh KPU justru menambah ayat lain dari ketentuan Pasal 71 Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang tidak direkomendasikan oleh Bawaslu Kabupaten Fakfak.
Selain mencantumkan ketentuan Pasal 71 ayat (3) dan ayat (5) UU Pilkada, KPU Kabupaten Fakfak menambahkan ketentuan Pasal 71 ayat (2).
Padahal, kata Fahri, ketentuan tersebut tidak direkomendasikan oleh Bawaslu Fakfak. Menurut dia, langkah KPU Kabupaten Fakfak merupakan bentuk penyelundupan hukum yang sangat kasar serta sewenang-wenang,
Diketahui, Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada mengatur larangan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Sementara Pasal 71 ayat (3) mengatur larangan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Lalu, Pasal 71 ayat (5) menyebutkan, dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.