INSIDE POLITIK– Skandal dugaan pemalsuan dokumen mengguncang Pilkada Pesawaran, menyeret pasangan calon Aries Sandi-Supriyanto ke pusaran masalah hukum yang serius. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pemeriksaan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) menemukan indikasi kuat adanya pemalsuan Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) dan ketidaksesuaian syarat pendidikan yang diajukan oleh Aries Sandi.
Sidang yang berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025, menghadirkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico, sebagai saksi ahli. Keterangan Amirico memperkuat dugaan adanya pelanggaran prosedur dalam penerbitan SKPI Aries Sandi. “Kami sudah membuat tim untuk melakukan penelusuran, setelah tim bekerja kami menerbitkan surat yang menyatakan SKPI yang bersangkutan tidak sesuai prosedur dan cacat hukum,” tegas Amirico.
Selain itu, terungkap fakta bahwa Aries Sandi tidak memenuhi syarat pendidikan minimal, yaitu kepemilikan rapor SMA selama enam semester. Hal ini bertentangan dengan ketentuan yang berlaku untuk mengikuti ujian persamaan. “Apakah peserta ujian harus menyetorkan rapor SMA?” tanya Ketua Panel 2 Hakim Konstitusi, Saldi Isra, yang dijawab tegas oleh Amirico, “Harus, Pak. Wajib itu.”
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas proses pencalonan Aries Sandi-Supriyanto. Jika MK memutuskan bahwa terjadi pemalsuan dokumen dan pelanggaran syarat pendidikan, pasangan calon tersebut terancam diskualifikasi. Putusan MK akan memiliki implikasi hukum dan politik yang luas, tidak hanya bagi Pilkada Pesawaran, tetapi juga bagi penyelenggaraan pilkada serentak di masa mendatang.
Sidang putusan MK dijadwalkan pada Senin, 24 Februari 2025. Keputusan MK akan menjadi penentu akhir dari drama Pilkada Pesawaran yang penuh intrik ini.***