InsidePolitik–Komisi Yudisial (KY) mengusut dugaan vonis janggal terhadap terdakwa kasus korupsi tata niaga timah Harvey Moeis.
KY bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kerja sama (antara KY dan Kejagung) dalam bentuk pertukaran informasi, pemeriksaan saksi, sampai nanti pada hakimnya jika ada indikasi penyimpangan,” kata juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata.
Mukti mengatakan pola serupa telah dilakukan KY bersama Kejagung saat mengusut pelanggaran kode etik hakim pengadil terdakwa pembunuhan Ronald Tannur.
Pada kasus ini, tiga hakim yang memberi vonis bebas Ronald Tannur sudah diseret ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan langkah yang sedang dilakukan saat ini berupa pengamatan dan pendalaman. Upaya itu sudah masuk kategori penyelidikan.
“Pengamatan dan pendalaman itu bagian dari penyelidikan yang sifatnya tertutup,” kata Harli.
Ia mengungkapkan Kejagung masih membutuhkan laporan atau pengaduan masyarakat. Ini penting untuk memberikan informasi yang menguatkan dugaan adanya kejanggalan dalam proses putusan tersebut.
Putusan pengadilan yang kontroversial dan dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat dapat menjadi pintu masuk pengusutan kasus korupsi.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, misalnya, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung karena diduga kuat menerima suap setelah membebaskan terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, Gregorius Ronald Tannur.
Ketiganya, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, sudah diseret ke Pengadilan Tipikor dan menjalani sidang perdana.
Belakangan, giliran para hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjadi sorotan publik setelah menjatuhkan hukuman ringan kepada terdakwa kasus megakorupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada 2015-2022, Harvey Moeis.
Majelis yang diketuai Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono itu menghukum Harvey pidana penjara 6,5 tahun. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Harvey dihukum 12 tahun penjara.
Hukuman tersebut dianggap membuat publik geram, mengingat total kerugian negara dalam kasus korupsi timah itu mencapai Rp300 triliun.