InsidePolitik–Dua institusi hukum, KPK dan Kejagung sepakat menunda proses hukum bagi calon kepala daerah.
Oleh karena itu, selama kurang lebih 3 bulan, mulai September hingga pengumuman, proses hukum calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah yang belum ditetapkan sebagai tersangka akan ditunda.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan langkah ini diambil untuk mencegah penegakan hukum dijadikan alat oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya.
“Jadi KPK tidak ingin penegakan hukum ini ditunggangi oleh orang atau kelompok politik tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya selama masa Pilkada,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK.
Tessa juga menyatakan sikap KPK ini tidak berubah jika dibandingkan dengan kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 lalu. Dia kemudian mencontohkan proses penyidikan salah satu calon kepala daerah yang sudah ditetapkan tersangka tetap berlanjut.
Sebagai informasi, di KPK sendiri ada satu tersangka yang merupakan calon kepala daerah pada kontestasi tahun ini, yakni Bupati Situbondo Karna Suswandi (KS).
KS merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Situbondo tahun 2021–2024.
“KPK akan, sebenarnya bukan menunda ya, karena proses penyelidikan atau penyidikan itu tetap berjalan, tetapi mungkin kami akan mengambil porsi yang lain dalam penanganan perkara tersebut,” lanjut Tessa. “Selesai kegiatan Pilkada, untuk proses terhadap pihak-pihak yang terkait dengan cakada atau cawakada ini tentunya akan kita lanjutkan.”
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa langkah menunda proses hukum calon kepala daerah diambil untuk memastikan kontestasi demokrasi berjalan objektif dan bebas dari manipulasi politik.
Harli menyebut, kebijakan penundaan ini bukan bertujuan untuk melindungi pelanggaran hukum, melainkan untuk menjaga integritas proses demokrasi.
“Saya mau tegaskan dua hal: pertama, bukan berarti hukum melindungi kejahatan; kedua, kami ingin menjaga objektivitas dari proses demokrasi agar tidak ada kampanye hitam, sehingga tidak ada calon yang memanfaatkan isu hukum untuk menjatuhkan calon lain,” ujar Harli.