INSIDE POLITIK- Di tengah derasnya arus digitalisasi dan budaya populer global, satu langkah kecil tapi penuh makna diambil oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung. Senin, 14 September 2025, sebanyak 60 peserta dari berbagai kalangan mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepenulisan Berbasis Konten Budaya Lokal, yang digelar di Nuwo Baca Zainal Abidin Pagaralam.
Acara dibuka langsung oleh Riski Sofyan, S.STP., M.Si, Kepala Perpusda Lampung sekaligus Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung. Dalam sambutannya, Riski menekankan pentingnya menghadirkan lebih banyak karya tulis yang menggali, mencintai, dan melestarikan kekayaan budaya lokal Lampung.
“Dari 8.000 buku yang ada di perpustakaan kami, konten budaya lokal baru 10 persen. Ini sinyal alarm! Jangan sampai anak cucu kita tumbuh tanpa tahu siapa dirinya,” tegas Riski.
Literasi yang Menjunjung Langit di Tempat Kita Berpijak
Riski mengajak seluruh peserta—yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, pegiat literasi, dan masyarakat umum—untuk menjadi bagian dari solusi. Ia menyebut bahwa selama ini, banyak buku tentang Lampung justru ditulis oleh orang luar daerah.
“Ayo, meski cuma satu-dua lembar tulisan, itu sudah jadi warisan. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?” katanya dengan penuh semangat.
Dua Narasumber, Dua Gaya Menulis
Bimtek kali ini menghadirkan dua penulis dan pegiat literasi kawakan Lampung:
- Fitri Angraini, S.S., M.Pd. – membawakan materi menulis puisi dan cerpen yang menggali nilai-nilai budaya lokal.
- Fitri Restiana, S.Sos. – penulis cerita anak yang mengulas teknik menulis esai berbasis pengalaman dan kearifan lokal.
Peserta diajak menyelami berbagai bentuk ekspresi tulisan, dari fiksi hingga nonfiksi, dengan satu benang merah: budaya Lampung sebagai inspirasi dan identitas.
Dari Bimtek Menuju Buku: Dokumentasi Budaya Lewat Kata
Tak berhenti di ruang pelatihan, kegiatan ini diharapkan menjadi pemantik lahirnya karya-karya nyata. Karya peserta akan dikurasi dan didorong untuk diterbitkan menjadi buku antologi, memperkaya koleksi Perpusda dan menjadi referensi generasi mendatang.
“Tugas kita bukan hanya membaca sejarah, tapi juga menulisnya,” tutup Riski, memotivasi peserta yang hadir.***